Senin, 02 April 2012

“Wujudkan Pengorbanan dengan melakukan pembelaan terhadap ummat islam”


“Wujudkan Pengorbanan dengan melakukan pembelaan terhadap ummat islam”


Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Walillahil Hamd.
Hadirin kaum muslimin dan muslimat rahima kumullah

Hari ini takbir berkumandang di seluruh dunia, membesarkan nama Allah. Gema takbir yang disuarakan oleh lebih dari satu seperempat milyar manusia di muka bumi ini, menyeruak disetiap sudut. Di lapangan, di surau-surau, di desa-desa, digunung-gunung, dikampung-kampung di seluruh pelosok negeri Islam.

Getarkan qalbu mu’min, yang tengah khusyu’ dzikrullah, penuh mahabbah, penuh ridho, penuh roja’ –harap-harap cemas akan hari perjumpaan dengan Khaliq, Pencipta.

Pekik suara itu juga kita bangkitkan disini, dibumi tempat kita bersujud. Iramanya memenuhi ruang antara langit dan bumi, disambut riuh rendah suara Malaikat nan tengah khusyu’ dalam penghambaan diri mereka kepada Allah swt.

Di Palestina,
Dimana Yahudi La’natulllah  ‘alaihim, tengah bersorak sorai setelah sukses menipu kaum muslimin.
Setelah 400 pemuda Hamas yang berani mati dieksekusi di kota Jenin, setelah peluru terakhir mereka habis ditembakkan.
Ribuan tentara Yahudi Israel semakin gencar menggilas dan memporak porandakan tempat tinggal kaum muslimin, kaum lelaki dibunuh, anak-anak dianiaya dan perempuan-perempuan dinodai.
Masjidil Aqsha yang mereka injak-injak kehormatannya. Di tanah yang telah diwashiyatkan oleh Umar Ibn Khattab untuk dijaga, negeri yang telah ditebus oleh Sholahuddin Al-Ayyubi dengan darah para syuhada.

Takbir berkumandang Di Iraq,
Negeri dengan  bangunan-bangunan bersejarah nan telah rata dengan tanah, kekayaan ummat yang coba dijarah oleh Amerika. Setiap hari kita saksikan pembunuhan demi pembunuhan. Penangkapan dan penggeledahan rumah-rumah yang kerap disertai dengan penganiayaan. Dan hati kita sedikit terobati, kala tentara penjajah tersungkur, dihajar peluru-peluru mujahiddin.
Ketidak adilan dan standar ganda dari sikap yang dipertontonkan oleh sang adikuasa.
Di Fallujaah, di Sammara, di Baghdad kehancuran dan mayat-mayat kaum muslimin bergeletakan, setiap hari bahkan setiap jam, ada saja penduduk yang menjadi korban.

Pemboman yang bertubi-tubi hampir setahun penuh
Kekuatan yang tidak sebanding sama sekali

Takbir berkumandang di Fallujah
Oh Fallujah
Ya ahli Fallujah
Duhai saudara kami muslim Fallujah
Adakah kalian masih dengar suara kami
Saudara engkau yang jauh di belahan bumi

Serangan bom dan roket bertubi-tubi
Di penghujung malam-malam, menyayat-nyayat hati
Kaum muslimin yang sedang berpuasapun mereka tembaki
60 masjid hancur tidak lagi berfungsi
ratusan orang meregang nyawa

Tubuh anak-anak terbaring
Akibat pecahan bom
Kena serpihan mortir
Kaki mereka harus diamputasi
Demam meradang mereka
Sebab tidak ada lagi persediaan obat
Apalagi anti biotic

Rombongan 300.000 pengungsi
Berdesak-desakan
Memohon belas kasihan

Maha terpuji Engkau Ya Allah
Dalam limpahan nikmat yang menyenangkan kami.
Dalam genangan darah yang menyedihkan hati kami
Dalam kobaran api dendam musuh-musuhmu dan
musuh kami yang meluluh lantakkan rumah-rumahMu,
Tempat bernaung hamba-hamba-Mu



Takbir berkumandang Di Afghanistan,
Keping-keping reruntuhan, seolah wilayah yang tak lagi bertuan. Puas menmborbardir kawasan muslim ini, tentara Amerika pergi menghindar dan membiarkan penduduknya terlantar.



Takbir berkumandang Di NAD
Adakah takbir masih berkumandang di seluruh pelosok bumi Aceh?
Adakah takbir masih berkumandang di Ulee Lheue?
Adakah takbir masih terdengar di Lhok Nga?
Adakah suara takbir masih tersisa di Ujung Batee?
Adakah Takbir masih berkumandang di Bireuen, di Sigli?

Allah, Allah, Allahu Akbar
Apakah masih ada suara takbir di  pantai Lhokseumawe?
Adakah takbir masih terdengar di kota Calang, Meulaboh, Bireun?

Hanya reruntuhan demi reruntuhan yang terlihat di Ulele
Hanya kepingan-kepingan beton yang tersisa di Ujung Batee
Hanya daratan kosong yang kami saksikan sepanjang Lhok Nga
Kami tidak lihat lagi dimana kota Calang
Bahkan didalam petapun lokasinya mulai menghilang
Kami tak punya jalan lagi menuju Meulaboh
Sebab pinggir pantai telah bergeser ke kaki bukit.



Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Walillahil Hamd.
Marilah kita bersyukur kepada Allah, dengan sebenar-benar bersyukur.
Allah!!, yang setiap saat kita hirup udaranya dengan bebas, hingga kita mampu bertahan untuk hidup.
Allah!!, Yang air-Nya kita minum setiap kali kita rasakan dahaga.
Allah!!, Yang telah menurunkan hujan dari langit
Mengeluarkan tunas tumbuh-tumbuhan setelah keringnya dan mengalirkan airnya pada sungai-sungai yang banyak.
Marilah kita bersyukur kepada Allah, dengan sebenar-benar bersyukur.
Allah !! Yang telah banyak memberikan rezeki kepada kita
Yang telah melimpahkan nikmat-Nya untuk isteri-isteri dan anak-anak kita

“Kamilah yang telah memberi rezeki kepada anak-anak kalian dan juga untuk kalian”
Betapa banyak nikmat-Nya yang telah kita reguk,
Seteguk air yang menghilangkan dahaga, sesuap nasi yang menyirnakan rasa lapar, kelak pasti kita akan ditanya.

“Kemudian, hari ini sungguh kalian akan ditanya tentang nikmat-nikmat (yang kalian rasakan)”.

Bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa,
Allah !!, Malikiyau middin, Pemilik urusan di hari kiyamat, dihari seseorang tidak dapat menolong orang lain. Hari dimana seorang anak manusia lari dari ayah dan ibunya, lari dari kaum dan kerabatnya.

Allah!!, Penguasa Yaumul Mahsyar, Padang yang maha luas, tempat berkumpul nya manusia minal awwaluun wal Akhiruun.
Yang akan memperlihatkan kepada kita catatan-catatan,
tentang apa-apa yang pernah kita kerjakan, catatan tentang apa-apa yang telah kita lalaikan.
Akan dihitung segala perbuatan kita, akan ditimbang segala kebaikan dan keburukan kita, akan dihisab semua manusia, dihari perhitungan ini.

Marilah kita berlindung kepada Allah, dengan sebenar-benar minta perlindungan.
Allah !!, Yang adzab-Nya sangat keras dan pedih,
Kelak akan dipertunjukkan, ketika seorang lelaki mungkar dihadirkan, lalu dituangkan air rebusan api neraka keatas kepalanya. Hingga meleleh isi perut dan kulit-kulit mereka. Dan bagi mereka cambuk-cambuk dari besi. Setiap kali mereka ingin keluar dari siksaan itu, akibat derita dan sengsaranya, maka dikembalikan ia kepada adzab itu, lalu dikatakan, “Rasakanlah adzab yang membakar ini”.

Takutlah kepada adzab Allah, dengan sebenar-benar rasa takut.
Allah !!, pemilik neraka jahannam, Kelak, tempat orang-orang kafir akan digiring secara berbondong-bondong.

“Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksaan api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan api. Di dalamnya ada malaikat-malaikat penjaga yang keras dan bengis”.(QS At-Tahrim : 6)

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Walillahil Hamd.
Hadirin Jama’ah ied yang berbahagia,

Pada hari ini, kita berkumpul untuk melaksanakan sholat iedul Adha, setelah kemarin jutaan ummat Islam telah melaksanakan Wuquf di Padang Arafah, dan hari ini akan dilanjutkan dengan pelontaran jumrah serta tahallul ula.

Semoga, seluruh usaha ibadah kita ini menjadi pemberat timbangan kebaikan kita di yaumul mizan kelak, semakin taqarrub kita kepada Allah, serta memperoleh buah ibadah yang dijanjikan, yaitu derajat orang-orang yang bertaqwa.

Sebentar lagi -insya Allah beberapa hewan qurban akan disembelih, ada sapi, ada kambing, ada kerbau. Para ibu-ibupun telah menyiapkan hidangan ketupat serta makanan tambahan. Semoga kurban yang kita lakukan hari ini, meningkatkan ketaqwaan kita disisi Allah swt. Amin Ya Rabbal ‘alamin.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Walillahil Hamd.
Hadirin/at jama’ah sholat Ied yang berbahagia
Akan tetapi ketahuilah bahwa ibadah haji, bukanlah sekadar peristiwa ritual belaka, apalagi bersifat ceremonial. Syari’at haji diturunkan setelah Rasulullah saw. beserta shahabat melalui pengorbanan dan jihad yang panjang.

Kita tentu tidak mudah melupakan bagaimana jasa-jasa Rasulullah saw. dan para pejuang Islam dimasa awal penegakan Ad-diin ini. Mereka berjuang dengan pengorbanan demi pengorbanan baik harta, darah bahkan nyawa.
Bagaimana perlakuan bengis kaum musyrikin Quraisy terhadap kaum muslimin dikala itu. Kita tentunya masih ingat, bagaimana Rasulullah saw. dianiaya oleh ibnu Muith. Ketika leher beliau dicekik dengan usus onta.
Bagaimana Abu Lahab dan Abu Jahal memperlakukan beliau dengan kasar dan kejam.
Bagaimana Bilal ditindih dengan batu besar yang panas ditengah sengatan terik matahari siang.
Bagaiman Yasir dibantai,
bagaimana seorang ibu yang bernama Sumayyah,ditusuk kemaluan beliau dengan sebatang tombak.
Bagaimana lapar dan menderitanya keluarga Rasulullah saw. saat-saat diboikot oleh musyrikin Quraisy di Syi’ib Banu Hasyim, hingga beliau sekeluarga terpaksa memakan kulit kayu, daun-daun kering bahkan kulit-kulit sepatu bekas. Ooh begitu beratkah derita yang mesti di alami kekasih Allah, si pembawa risalah?.

Di Makkah ini pulalah, beliau kehilangan isteri beliau Khadijah, seorang wanita yang sangat beliau cintai. Wanita, dimana beliau dapatkan seseorang yang mencurahkan cinta dan kasih sayangnya secara tulus dan ikhlas. Setelah beliau jalani masa-masa kepahitan hidup yang panjang,
tanpa ayah, tanpa ibu, tanpa kakek, tanpa kerabat yang membela risalah.

Pada periode Madinahpun, terjadi beberapa peristiwa besar, dimana pada saat-saat tempat berpijak belum lagi kokoh, dikala derita kepayahan setelah berhijrah belum lagi sirna.
Allah swt. telah memberikan sebuah proyek besar, yaitu perang Badar.
Perang ini berlangsung pada bulan Ramadhan, dimana kaum muslimin berhasil membunuh 70 orang tentara musyrikin, sementara di pihak kaum muslimin tercatat syahid sebanyak 14 orang shahabat terpilih.
Namun, sebagaimana manusia biasa , terkadang ada jenak-jenak fithrah beliau sebagai manusia muncul, ketika beliau saw. merasa rindu akan kampung halaman, Kota Makkah yang telah lama ia ditinggalkan.
Bahkan beliau pernah menangis dihadapan Bilal bin Rabah, ketika beliau terkenang akan sejumput izkhir yang tumbuh di lembah Makkah.

Aku rindu untuk bermabit di tepi sebuah danau
Sementara disekelilingku izkhir dan jalil

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Walillahil Hamd.
Hadirin Rahimakumullah,
Selanjutnya dapatkah kita bayangkan, bagaimana suasana haji pertama kali yang sangat bersejarah itu. Rasulullah saw. berkhutbah dihadapan kurang lebih 140.000 kaum muslimin saat melaksanakan wuquf di Padang Arafah.
Khutbah ini terasa sangat mendebarkan, karena beliau saw. mengisyaratkan bahwa tahun depan mungkin umur beliau tidak ada lagi. Apalagi Rasulullah saw. menyampaikan ayat yang baru saja turun:



“Pada hari ini telah Ku sempurnakan untukmu agamamu. Dan telah Ku cukupkan atas kalian nikmat-Ku. Dan Aku ridho Islam sebagai agama kalian”.

Sebuah ayat yang memproklamasikan bahwa Islam telah sampai ke puncak kejayaan, telah sampai kepuncak kesempurnaan.

Umar ibnul Khattab, yang selama ini dikenal tegar dan bersikap tegas terhadap seluruh persoalan, menangis tersedu-sedu. Demikian pula dengan shahabat-shahabat yang lain.
Terbayang tantangan hebat dimasa depan. Terbayang kehidupan tanpa Rasulullah saw. Terbayang setelah puncak tentu akan ada turunan.
Bagaimana perasaaan Rasulullah dan para shahabatnya kala melaksanakan haji yang pertama kali ini?
Bagaimanakah perasaan mereka saat melangkahkan kaki menuju lapangan sembari menggemakan takbir, tahmid dan tahlil?
Dapatkah kita bayangkan, seandainya Khadijah hadir disisi Rasulullah saw. serta Dapatkah kita bayangkan seandainya Yasir dan Sumayyah juga turut hadir bertakbir pada hari yang bersejarah ini?
Dapatkah kita bayangkan seandainya 14 shahabat pilihan, yang syahid di Badr juga menyaksikan puncak kejaan Islam ini bersama-sama isteri-isteri dan anak-anak mereka?
Lalu bagaimanakah perasaan janda-janda serta  para aitam itu?

Semua pertanyaan ini, larut dalam haru biru kegembiraan hakiki. Hari itu jiwa mereka tenggelam dalam kesyahduan iman, menyatu dengan hakekat kehendak Allah swt, dan dengan jiwa taqwa mereka.
Kegembiraan mereka dipagi yang cerah itu, lima belas abad yang silam, tumpah ruah dalam alunan gema takbir, tahmid, tahlil dan tasbih.

Ternyata Haji bukan sekedar ibadah ritual saja, melainkan dia merupakan puncak perjuangan jihad Islam sebagaimana sabda nabi saw.:


“Jihad yang paling utama itu adalah haji yang mabrur” (HR. Bukhari)

Allahu Akbar, Allauhu Akbar, Allahu Akbar
Walillahil hamd

Semangat pengorbanan ini juga sebagaimana telah dicontohkan oleh nabiyullah Ibrahim as.  Semangat rela berkorban dalam menegakkan kebenaran.
Pada masa mudanya beliau rela dibakar hidup-hidup, setelah menghancurkan patung berhala Raja Namrud. Allah menyelamatkan Ibrahim as. dengan firman:


“Wahai api jadilah dingin, dan Kami selamatkan Ibrahim”.
Bahkan ujian dari Kekasih terhadap kekasih, tidak cukup sampai disitu. Setelah berusia tua, lama tidak punya anak, begitu lahir putra pertama beliau –Ismail-, bukan kepalang senang hati beliau.
Namun Allah swt. memerintahkan untuk mengantarkan si buah hati ke sebuah lembah yang bernama Makkah. Berdua dengan Siti Hajar, ibunda Ismail, mereka ditinggalkan di sebuah lembah yang tak ada seorangpun dan tidak ada sesuatu apapun disana.

Lama tak berjumpa, kerinduan akan bersua. Setelah sang anak beranjak remaja, masa-masa kebanggaan seorang ayah terhadap seorang putra, kemudian Allah memerintahkan untuk menyembelih buah hati tercinta.

Pisau telah diasah dan ditajamkan. Ismail sudah dibaringkan. Hati-hati pisau tersebut secepat mungkin diayunkan.
Penyembelihan benar-benar terjadi, darah segar dan hangat memancar membasahi tangan Ibrahim. Sampai disini, sesungguhnya Ibrahim masih sangat yakin telah menyembelih Ismail, darah dagingnya.

Akan tetapi Allahu Akbar, walillahil hamd. Allah telah mengganti kurban tersebut dengan seekor qibas. Ujian serta pengorbanan yang sangat berat telah dilalui oleh seorang nabi, Khalilullah, kekasih Allah tersebut.

Sekarang, marilah kita bertanya kepada diri kita masing-masing!
Bagaimana kwalitas pengorbanan kita serta ibadah kita, adakah kita telah sungguh-sungguh beruswah kepada Rasulullah saw. teladan kita? Atau kepada Ibrahim as. – nabi yang telah mencontohkan sikap loyalnya dan setia.

Apa sikap kita –sebagai bahagian dari kaum muslimin terhadap pembantaian saudara seaqidah kita di Iraq, pembantaian saudara seiman kita di Palestina, saudara seagama kita di Afghanistan.
Kita harus bela mereka, karena kita telah dipersaudarakan oleh Allah swt dibawah panji-panji kalimah tauhid Laa ilaaha illallah.
Kita harus berani melawan segala bentuk kezholiman ini. Kita harus bersatu untuk memperkokoh barisan kaum muslimin, sehingga ia menjadi seperti bangunan yang kokoh –bunyanun marshus. Kita harus senantiasa mewaspadai skenario-skenario yang sering menyudutkan umat Islam.

Bahkan hari ini kaum muslimin seringkali diidentikkan dengan teroris. Kita yang mayoritas dari komponen bangsa ini hampir 90% adalah ummat Islam, seolah menjadi bulan-bulanan media dan pengamat-pengamat yang anti Islam, telah menjadi umat sebagai sasaran tembak.
Demikian pula dari statemen-stateme yang tidak bertanggung jawab dari tokoh-tokoh politik, yang mengumbar wacana akan mengawasi seluruh pesantren. Isu sidik jari yang semakin membuat runyamnya masalah.
Seolah-olah seluruh pelajar di pesantren adalah teroris, seolah isi kurikulum inti pesantren adalah mendidik orang untuk menjadi radikal dan anti sosial? Hal ini sangat membuat stigma negatif dan mencoreng nama baik pesantren.

Bahkan istilah jihjadpun disimpangkan sedemikian rupa, seolah-olah jihad itu keji dan kejam, seolah jihad itu tidak manusiawi. Padahal terminologi jihad didalam Islam adalah sesuatu yang luhur, sesuatu yang diwajibkan atas setiap muslim, karena jihad adalah merupakan wujud kesungguhan kita dalam menjalankan ajaran Islam yang sempurna ini.
Oleh sebab itu kita harus mau membela umat ini, baik secara perorangan maupun secara kelembagaan. Bahwa Islam ditirunkan sebagai rahmatan lil ‘alamin, bahwa tidak ada yang lebih tinggi dan lebih mulya dari pada pembelaan kita terhadap kalimatullah hiyal ‘ulya. Inilah wujud pengrobanan kita, yaitu pembelaan terhadap citra ummat Islam yang sering di serang dan dianggap seolah-olah biang kerusakan dan kerusuhan di negeri mereka sendiri.

Demikianlah dengan sikap persaudaraan kita, sikap ukhuwwah kita. Apakah jiwa taqwa kita -benar-benar telah mengusik –katakanlah- secuil kepedulian kita terhadap nasib ummat Islam serta kaum papa, faqir miskin, yatim dan para janda?
Apakah gemblengan ruhiyyah ini benar-benar telah menggamit sanubari kita, agar peduli terhadap penderitaan saudara-saudara muslim kita?
Kaum muslimin yang merupakan bagian dari darah daging kita?
Yang dalam pesan Rasulullah saw., sangat tegas diucapkan:

 

“Kuunuu ‘ibadallahi ikhwana”

Bagaimana kita mengaplikasikan nilai-nilai luhur yang telah dicontohkan oleh Nabi saw.

Adakah kebahagiaan yang kita rasakan hari ini, juga dirasakan oleh mereka?
Adakah mereka sanggup kenakan baju baru, celana baru dan sepatu baru?, Seperti yang dipunyai anak-anak kita?
Adakah mungkin saudara-saudara muslim kita di Iraq, di Palestina, di Afghanistan maupun di  Aceh dapat mencicipi hidangan selezat yang telah kita tata di meja-meja makan kita?
Kenang, kenang, kenanglah mereka !
Sumbanglah mereka, agar mereka merasa masih punya saudara.
Bantu mereka, do’akan agar Allah memberikan keberkahan atas mereka.


Allau Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Walillahil hamd.
Hadirin/at Jama’ah Sholat Ied yang berbahagia,

Untuk kejayaan ummat, wujudnya kemenangan syari’at, setiap kita hendaknya terlibat dalam membangun, memelihara dan membela Ad-diinul Islam ini. Jika masing-masing kita memegang teguh ajaran ini, jika setiap keluarga muslim iltizam terhadap Alqur’an dan sunnah, jika masyarakat muslim mengaplikasikan nilai-nilai luhur dari Alqur’an. Tentu kan jayalah ummat ini, Zhohirnya Addin, tampil memimpin dunia yang kini tengah centang perenang ini.

Marilah kita tutup khutbah ini dengan do’a:

Selasa, 20 Maret 2012

Khutbah Idul Fitri: Akhir Zaman


Khutbah Idul Fitri: Akhir Zaman

Tidak ada sutradara manapun yang menulis skenario untuk mengecewakan para
penonton. Sutradara selalu memastikan bahwa jagoan atau the Good Guys keluar
sebagai pemenang atas para penjahat (the Bad Guys). SubhaanAllah, apalagi Allah
Ta’ala, sebaik-baiknya Penulis Skenario. Pastilah Allah berrencana memenangkan
tentaraNya atas tentara Dajjal atau hizbusy-syaithan.....
----------

Jamaah sholat Idhul Fitri rahimakumullah
Marilah kita senantiasa mengungkapkan rasa terima-kasih kepada Allah SWT semata.
Allah telah melimpahkan kepada kita sedemikian banyak ni’mat. Jauh lebih banyak
ni’mat yang telah kita terima dibandingkan kesadaran dan kesanggupan kita untuk
bersyukur. Di antaranya, marilah kita ber-terimakasih kepada-Nya atas ni’mat yang
paling istimewa yang telah kita terima selama ini, padahal tidak semua manusia
memperolehnya. Dan terkadang kitapun bertanya-tanya mengapa kita termasuk yang
memperolehnya? Itulah ni’mat iman dan Islam, yang dengannya hidup kita menjadi jelas,
terarah dan berma’na.
Sesudah itu, marilah kita ber-terimakasih pula kepada Allahu ta’ala atas limpahan ni’mat
sehat-wal’aafiat. Ni’mat yang memudahkan dan melancarkan segenap urusan hidup kita
di dunia. Semoga kesehatan kita kian hari kian mendekatkan diri dengan Allahu ta’ala.
Dan semoga saudara-saudara kita yang sedang diuji Allah melalui aneka jenis penyakit
sanggup bersabar menghadapi penderitaannya…bersama keluarga yang mengurusnya,
sehingga kesabaran itu mengubah penyakit mereka menjadi penghapus dosa dan
kesalahan. Amien, amien ya rabbal ‘aalamien.
Selanjutnya khotib mengajak jamaah sekalian untuk senantiasa berdoa kepada Allah swt
agar Dia melimpahkan setinggi-tingginya penghargaan dan penghormatan, yang biasa
kita kenal dengan istilah sholawat dan salam-sejahtera kepada pemimpin kita bersama,
teladan kita bersama… imamul muttaqin pemimpin orang-orang bertaqwa dan qaa-idil
mujahidin panglima para mujahid yang sebenar-benarnya nabiyullah Muhammad
Sallalahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para shohabatnya dan para pengikutnya yang
setia hingga akhir zaman. Dan kita berdo’a kepada Allah swt, semoga kita yang hadir di
tempat yang baik ini dipandang Allah swt layak dihimpun bersama mereka dalam kafilah
panjang penuh berkah. Amien, amien ya rabbal ‘aalaamien.
Kita baru saja meninggalkan suatu bulan amat mulia, bulan rahmat- keampunan yang
membuahkan taqwa dan mengembalikan fitrah. Bulan ujian kesabaran-ujian tenggang
rasa-solidaritas, bulan dosa diampuni, kesalahan dimaafkan dan kotoran dicuci. Bulan di
dalamnya terdapat suatu malam nilainya lebih baik dari seribu bulan. Bulan penuh berkah
dan janji dijauhkan dari api neraka. Bulan yang disebut oleh Ulama Yusuf al-Qardhawy
hafizhohullah sebagai madrasah mutamaiyyizah atau lembaga pendidikan istimewa bagi
orang beriman. Mudah-mudahan kita semua termasuk golongan hamba-hamba Allah
yang berhasil lulus menjadi muttaqin. Amiin…
Kaum muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah,
Bulan Ramadhan merupakan musim ketaatan atau maushimut-thoah. Setiap tahun di
bulan Ramadhan umat Islam di seantero dunia mengalami transformasi penampilan.
Yang biasanya di luar bulan Ramadhan jarang sholat ke masjid, tiba-tiba mendapati
dirinya mengayunkan langkah kaki dengan ringannya ke masjid, musholla atau surau.
Itulah sebabnya kita temui masjid lebih semarak di bulan suci tersebut.
Yang biasanya di luar bulan Ramadhan terasa berat untuk ber-infaq atau mengeluarkan
sedekah, tiba-tiba mendapati diri menjadi dermawan dengan merogoh kantong atau
membuka dompet membagi sebagian rizqi kepada fihak lain yang membutuhkan.
Muslimah yang biasanya di luar bulan Ramadhan tidak pernah peduli menutup aurat
tubuhnya, seketika dengan semangat menampilkan dirinya ber-jilbab tiap kali berjumpa
dengan lelaki yang bukan muhrimnya di bulan penuh rahmat tersebut.
Benarlah Rasulullah saw ketika bersabda
“Bilamana tiba bulan Ramadhan pintu-pintu rahmat (surga) dibuka lebar-lebar, pintupintu
jahannam ditutup rapat-rapat dan para syetan dibelenggu. ” (HR Bukhary-Muslim)
“Kami menjadi saksi, ya Allah, benarnya ucapan Nabi-Mu saw di akhir zaman ini. Kami
membukitikan bahwa setiap Ramadhan datang umat Islam mengalami peningkatan gairah
ketaatan, ketaqwaan dan perbuatan ma’ruf. Dan sebaliknya terjadi penurunan kadar
kemaksiatan, kekufuran dan munkar. Pantaslah bilamana seorang mu’min sejati sangat
menginginkan andai Ramadhan berlangsung sepanjang tahun. Ya Allah, saksikanlah,
betapa sedihnya kami berpisah dengan bulan agung lagi penuh berkah ini. Ya Allah, kami
sangat ingin menyaksikan masjid-masjid kami menjadi penuh dan semarak sepanjang
tahun, diri-diri kami menjadi dermawan dan cinta memberi kepada kaum dhuafa, fuqara
wal-masaakin sepanjang tahun serta saudara-saudara muslimat kami berjilbab dengan
anggunnya sepanjang tahun. ”
Jamaah sholat Idhul Fitri rahimakumullah
Sepanjang perjalanan zaman Allah SWT senantiasa memperlihatkan sifat-sifat utamanya,
yakni Ar-Rahman (Maha Pengasih) dan Ar-Rahim (Maha Penyayang). Tidak pernah
sesaatpun Allah Ta’ala biarkan umat manusia hidup di dunia dalam kegelapan dan
ketidak-jelasan. Allah Ta’ala selalu memberikan petunjuk dan bimbingan-Nya kepada
hamba-hambaNya. Allah Ta’ala mewujudkan hal ini melalui pengiriman para utusan-Nya
di setiap kelompok umat manusia di sepanjang zaman.
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan),
"Sembahlah Allah (semata), dan jauhilah Thaghut (Syaithan) itu”(QS An-Nahl ayat 36)
Tidak ada seorang Nabi ataupun Rasul yang diutus Allah Ta’ala kepada ummat manusia
bersuku-bangsa apapun sepanjang zaman kapanpun di negeri manapun, kecuali beliau
pasti menyampaikan seruan abadi yang seragam tersebut: “Sembahlah Allah (semata) dan
jauhilah Thaghut (Syaithan) itu. ” Demikianlah seruan yang disampaikan oleh Nabi
Adam as kepada ummatnya, Nabi Nuh as kepada umatnya, Nabi Ibrahim as, Nabi Musa
as serta Nabi Isa as kepada masing-masing ummat mereka. Bahkan segenap Nabiyullah -
yang 25 namanya diperkenalkan Allah Ta’ala kepada kita di dalam Al-Qur’an maupun
yang lainnya yang kita tidak tahu nama-nama mereka tetapi dikatakan oleh para ulama
jumlah mereka mungkin mencapai 124. 000 itu- semuanya juga telah menyampaikan
seruan abadi tersebut.
Hingga tibalah giliran utusan Allah Ta’ala yang terakhir yakni Nabiyullah Muhammad
saw. Beliau merupakan penutup dari rangkaian para Nabi dan Rasul ‘alaihimus-salaam.
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah ayah dari seorang lelaki di antara kalian, tetapi ia
adalah Rasul Allah dan Penutup Nabi-Nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu. ” (QS Al-Ahzab ayat 40)
Berarti kesimpulannya ialah:
1. Karena Nabi Muhammad saw merupakan Penutup para Nabi, berarti tidak bakal ada
lagi Nabi setelahnya yang diutus Allah Ta’ala untuk membawa ajaran baru bagi ummat
manusia
2. Barangsiapa yang lahir dan hidup setelah diutusnya Nabi Muhammad saw (Penutup
para Nabi) pantas dijuluki sebagai Ummat Muhammad saw, baik ia muslim maupun kafir
3. Ummat Muhammad saw merupakan Penutup Para Ummat atau Ummat Akhir Zaman
yang dipimpin oleh Nabi Akhir Zaman. So, we are the last of mankind living in the end
of time. Kita adalah sisa-sisa terakhir ummat manusia menjalani hidup di ujung
parjalanan zaman.
4. Kalaupun aqidah iman-Islam kita mengajarkan bahwa kelak di akhir zaman akan
diturunkan seorang Nabiyullah yang selama ini dipelihara Allah Ta’ala di langit selama
ribuan tahun, yakni Nabi Isa Al-Masih putra Maryam as, maka itu bukan berarti ia akan
datang membawa ajaran baru. Bahkan kehadirannya kelak adalah sebagai pengikut &
pengokoh ajaran Nabi Muhammad saw. Ia akan mengajak ahli-kitab, kaum Yahudi dan
Nasrani untuk memeluk ajaran Nabi Muhammad saw, ajaran Islam. Sebab semua Nabi
dan Rasul para utusan Allah pada hakikatnya selalu mengajak manusia kepada ajaran
Islam Tauhid, yaitu mengesakan Allah Ta’ala semata.
Jamaah sholat Idhul Fitri rahimakumullah
Kesadaran bahwa kita merupakan Ummat Akhir Zaman atau The Last of Mankind Living
in the End of Time merupakan perkara penting. Sebab hal ini akan membawa kita pada
keyakinan bahwa Hari Akhir telah dekat kedatangannya. Bahkan Allah Ta’ala berfirman
sebagai berikut:
"Manusia bertanya kepadamu tentang hari akhir. Katakanlah, "Sesungguhnya
pengetahuan tentang hari akhir itu hanya di sisi Allah." Dan tahukah kamu (hai
Muhammad), boleh jadi hari akhir itu sudah dekat waktunya. ”(QS Al-Ahzab 63)
Dan Rasulullah saw sendiri bersabda:
“Aku diutus sebelum kedatangan Hari Akhir sebagaimana jari telunjuk ini mendahului
jari tengahku. ” (HR Muslim 4141)
Saudaraku, sudahkah kita mempersiapkan diri untuk menghadapinya? Bila Hari Akhir
udah dekat waktunya -bahkan semenjak diutusnya Nabi Muhammad saw 15 abad yang
lalu- pantaslah Allah Ta’ala menyuruh kita mempersiapkan diri menghadapi hari esok
yang perintahnya diletakkan di antara dua kali penyebutan perintah bertaqwa kepadaNya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertaqwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. ” (QS AlHasyr
ayat 18)
“Ya Allah, jadikanlah ibadah shiyam dan qiyam Ramadhan kami benar-benar
menghasilkan taqwa yang memadai untuk membekali kami menghadapi tanda demi tanda
Akhir Zaman yang terus berdatangan. Kami sadar bahwa semakin mendekati Hari Akhir
tentunya ujian dan fitnah yang datang akan kian berat. Yaa muuqallibal-quluub tsabbit
quluubanaa ‘ala diinika. Ya Allah Yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hati kami
di atas ajaranMu. ”
Jamaah sholat Idhul Fitri rahimakumullah
Rasulullah saw menjelaskan kepada kita sejak 15 abad yang lalu bahwa Ummat Islam
yang hidup di Era Akhir Zaman ini akan mengalami perjalanan sejarah yang mengandung
lima babak.
“(1) Babak Kenabian akan berlangsung di tengah kalian selama masa yang Allah
kehendaki kemudian Allah mencabutnya jika Allah menghendaki untuk mencabutnya.
(2) Kemudian babak keKhalifahan yang mengikuti pola (manhaj) Kenabian berlangsung
di tengah kalian selama masa yang Allah kehendaki kemudian Allah mencabutnya jika
Allah menghendaki untuk mencabutnya.
(3) Kemudian babak Raja-raja yang menggigit berlangsung di tengah kalian selama masa
yang Allah kehendaki kemudian Allah mencabutnya jika Allah menghendaki untuk
mencabutnya.
(4) Kemudian babak Raja-raja yang memaksakan kehendak(para diktator) berlangsung di
tengah kalian selama masa yang Allah kehendaki kemudian Allah mencabutnya jika
Allah menghendaki untuk mencabutnya.
(5) Kemudian babak keKhalifahan yang mengikuti pola (manhaj) Kenabian kemudian
Nabi diam. ” (HR Ahmad 17680)
Hadits ini menguraikan Ringkasan Perjalanan Sejarah Ummat Islam yang terdiri dari
lima babak sebagai berikut:
Babak I=> Kenabian
Babak II=> Kekhalifahan mengikuti pola (Manhaj) Kenabian
Babak III=> Raja-raja yang Menggigit
Babak IV=> Raja-raja yang Memaksakan kehendak (diktator)
Babak V=> Kekhalifahan mengikuti pola (Manhaj) Kenabian
Jamaah sholat Idhul Fitri rahimakumullah
Babak pertama atau babak Kenabian ة=< ?ُA@B ا adalah masa di mana ummat Islam langsung
dipimpin oleh Nabiyullah Muhammad saw secara langsung. Babak ini berlangsung
singkat yaitu 23 tahun (13 tahun Sebelum Hijrah hingga 10 Hijriah), tidak sampai
seperempat abad lamanya. Tetapi ia merupakan masa yang singkat namun diberkahi
Allah Ta’ala. Ketika Nabi saw baru diutus pada usia 40 tahun jazirah Arab sedang
tenggelam di dalam nilai-nilai zhulumat al-jaahiliyyah (kegelapan nilai-nilai jahiliah).
Sementara tatkala Nabi saw wafat pada usia 63 tahun telah terjadi transformasi sosial
secara total sehingga jazirah Arab menjadi bersinar di bawah naungan Nurul Islam
(Cahaya Ajaran Allah Ta’ala Al-Islam). SubhaanAllah. Babak pertama sudah berlalu,
saudaraku.
Babak kedua atau babak Kekhalifahan mengikuti pola (Manhaj) Kenabian adalah masa di
mana setelah wafatnya Nabi Muhammad saw ummat dipimpin oleh para sahabat mulia
yang dijuluki Khulafaa Ar-Rasyidin (para khalifah yang jujur, adil dan istiqomah
mengikuti Allah dan RasulNya). Masa ini ditandai kepemimpinan sahabat-sahabat utama,
yakni Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Al-Khattab, Ustman bin ‘Affan dan Ali bin Abi
Tholib radhiyAllahu ‘anhum ajmaa’iin (semoga Allah meridhai keempatnya tanpa
kecuali). Babak ini juga berlangsung singkat yaitu 30 tahun (tahun 10 H hingga 40 H),
seperempat abad lebih sebagaimana prediksi Nabiyullah Muhammad saw:
“Era Al-Khilafah di dalam ummatku berlangsung tugapuluh tahun, kemudian sesudah itu
muncullah era kerajaan demi kerajaan. ”(HR At-Tirmidzi 2152)
Babak kedua sudah berlalu, saudaraku.
Kemudian muncullah babak ketiga atau babak kepemimpinan Raja-raja yang Menggigit.
Ia adalah masa di mana ummat Islam dipimpin dengan pola kerajaan selama masa yang
cukup lama yaitu sejak tahun 40 H hingga tahun 1342 H atau sekitar 14 abad, tepatnya
selama 1302 tahun. Babak ini terutama ditandai dengan berdirinya tiga kerajaan Islam
besar-besar yaitu Daulat Bani Umayyah lalu Daulat Bani Abbasiyyah kemudian
Kesultanan Utsmani Turki yang di dalam berbagai kitab sejarah dunia (barat) lebih
dikenal dengan The Ottoman Empire.
Mengapa pada masa ini para pemimpin ummat dijuluki oleh Nabiyullah Muhammad saw
sebagai “para raja yang menggigit”, padahal ummat masih menyebut mereka sebagai
khalifah, institusi negara Islam masih bernama khilafah dan Al-Qur’an serta Sunnah Nabi
saw masih dijunjung tinggi? Karena ketika itu suksesi pergantian kepemimpinan seorang
khalifah kepada khalifah berikutnya menggunakan pola keturunan alias pola kerajaan.
Sementara disebut “menggigit” karena para raja tersebut “menggigit” Al-Qur’an dan
Sunnah, turun sedikit kualitasnya dibandingkan babak sebelumnya di mana para
Khulafaa Ar-Rasyidin “menggenggam” Al-Qur’an dan Sunnah secara kuat dan mantap.
Oleh karenanya, babak ketiga ini jelas babak yang lebih buruk daripada babak kedua.
Namun ia masih jauh lebih baik daripada babak keempat, sebab setidaknya ia masih
mampu memelihara ummat Islam berada di dalam satu kesatuan Jama’atul Muslimin
yang tunggal dengan wilayah geografis Daulah Islamiyyah yang tunggal serta
kepemimpinan yang memiliki otoritas tunggal. Pada masa ini tidak ditemukan kasus
perbedaan penetapan tanggal jatuhnya hari Raya Idul Fitri, karena masih ada Final
Decision Maker yang menyelesaikan berbagai perbedaan hasil ru’yatul hilal yang muncul
di tengah ummat. Laa haula wa laa quwwata illa billah. Babak ketigapun sudah berlalu
dan menjadi sejarah, saudaraku.
Jamaah sholat Idhul Fitri rahimakumullah
Setelah perjalanan sejarah Ummat Islam melalui babak pertama, kedua dan ketiga, maka
Nabiyullah Muhammad saw selanjutnya memberitakan akan datangnya babak keempat
yaitu babak kepemimpinan Raja-raja yang memaksakan kehendak(para diktator). Ini
adalah babak yang diawali semenjak runtuhnya kekhalifahan kesultanan Ustmani Turki
pada tahun 1924 atau 1342 H. Babak ini ditandai dengan runtuhnya kesatuan Ummat
Islam dengan kesatuan wilayah dan kepemimpinannya. Ummat Islam menjalani
kehidupan laksana anak-anak ayam kehilangan induk. Dunia Islam terurai menjadi
kepingan-kepingan negeri yang memiliki arah dan sistem beraneka jenis yang pada
umumnya jauh dari arah dan sistem Islam. Mulailah dunia memiliki para pemimpin dan
penguasa yang memaksakan kehendak seraya mengabaikan kehendak Allah dan
RasulNya. Nasionalisme dan sekularisme menjadi dominan pada tataran kehidupan
sosial-kemasyarakatan, sementara identitas dan ideologi Islam cenderung dilokalisasi
pada tataran kehidupan individual semata.
Pada babak keempat ummat Islam menjalani the darkest ages of the Islamic history (masa
paling kelam dalam sejarah Islam). Ini sudah merupakan skenario Ilahi dalam rangka
menyadarkan kita akan benarnya firman Allah Ta’ala sebagai berikut:
“Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun
(pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran)
itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran)…” (QS Ali
Imran ayat 140)
Ada harinya orang-orang beriman mengalami kejayaan dan memiliki peradaban yang
kuat, sementara ada harinya mereka merasakan kekalahan, keterpurukan dan ketidakjelasan
peradaban. Ada pula harinya orang-orang kafir berjaya, memiliki peradaban
bahkan berlaku semena-mena dan ada harinya mereka keok, kalah serta tidak berdaya
menyebarluaskan budaya maksiat dan kekufurannya. Itulah sunnatullah yang mesti
berlaku dalam kehidupan di dunia yang fana ini.
Yang penting bagi kita adalah setelah menyadari kita berada pada posisi terpuruk
sekarang ini seyogyanya kita bersungguh-sungguh memelihara kesabaran dan konsistensi
(istiqomah) dalam menjalankan kehidupan berpandukan ajaran Islam. Kita tidak mungkin
banyak berharap dalam situasi di mana para sedang merajalela menguasai dunia dewasa
ini. Kondisi ini bahkan telah dinubuwwahkan oleh Rasulullah saw melalui berbagai
Tanda-tanda Akhir Zaman (EFGHB اط ا JK ا ) yang begitu banyak bermunculan di era kita
sekarang ini.
Bahkan jika kita cermati hadits mengenai perjalanan sejarah Ummat Islam riwayat Imam
Ahmad di atas sudah sepatutnya kita mengembangkan optimisme –selain sabar dan
istiqomah- karena babak keempat bukanlah babak final perjalanan nasib ummat Islam.
Masih ada satu babak lagi yang perlu dijemput oleh ummat Islam. Itulah babak kelima di
mana bakal tegak kembali era kepemimpinan orang-orang sekaliber Abu Bakar, Umar,
Ustman dan Ali, yaitu Kekhalifahan mengikuti pola (Manhaj) Kenabian. Suatu era yang
barangkali tidak terbayangkan bagi siapapun yang telah begitu dahsyat terperangkap
dalam kesenangan menipu babak keempat sekarang ini. Era yang sudah pasti dinantikan
oleh setiap muslim-mu’min yang merindukan tegakknya keadilan dan kejujuran hakiki.
Jamaah sholat Idhul Fitri rahimakumullah
Marilah kita persiapkan diri seoptimal mungkin untuk menghadapi babak final, babak
kelima tersebut. Mari kita kenali, fahami dan persiapkan diri menghadapi Tanda-tanda
Akhir Zaman yang bakal memenuhi panggung sandiwara dunia di masa peralihan babak
keempat menuju babak kelima Ummat Akhir Zaman ini. Pastikan keberfihakan kita
kepada Imam Mahdi dan Nabiyullah Isa Al-Masih as. Pastikan penolakan kita masuk ke
dalam pasukan para penguasa diktator babak keempat apalagi ke dalam pasukan Dajjal,
fitnah terbesar di Akhir Zaman kata Nabi saw.
Ibarat sebuah film, dunia saat ini telah berada pada episode menjelang The End.
Bayangkan, sudahlah kita dijuluki Ummat Akhir Zaman, lalu dari lima babak perjalanan
Ummat Akhir Zaman yang beriman ini, kita berada di babak keempat pula. Berarti, kita
wajib mempersiapkan diri menyongsong babak final Akhir Zaman. Masa transisi dari
babak keempat menuju babak kelima kata Nabi saw bakal diwarnai banyak ujian dan
fitnah yang kian menghebat sehingga sebagian ulama menyebutnya sebagai era Huruhara
Akhir Zaman.
Tidak ada sutradara manapun yang menulis skenario untuk mengecewakan para
penonton. Sutradara selalu memastikan bahwa jagoan atau the Good Guys keluar sebagai
pemenang atas para penjahat (the Bad Guys). SubhaanAllah, apalagi Allah Ta’ala,
sebaik-baiknya Penulis Skenario. Pastilah Allah berrencana memenangkan tentaraNya
atas tentara Dajjal atau hizbusy-syaithan.
Namun, sebagaimana semua film pada umumnya, mustahil jagoan menang sebelum
melalui episode yang paling seru dan dahsyat. Artinya, mustahil babak kelima akan
datang bila Ummat Islam berharap mencapainya sekedar dengan berjalan melalui tamantaman
bunga. Sudah sewajarnya bilamana peralihan babak keempat menuju babak kelima
melewati bukit-bukit berbatu dan jurang-jurang curam diwarnai deraian airmata bahkan
sangat mungkin bersimbah darah. Sebab mustahil para penguasa diktator babak keempat
akan menyerahkan begitu saja kepemimpinan kepada orang-orang beriman dan beramal
sholeh kecuali melalui sebuah perlawanan yang keras. Satu hal yang pasti, masa transisi
itu mustahil sekedar melalui meja perundingan, apalagi sekedar melalui permainan
pertarungan “kotak suara”.
Wallahu ‘alam bish-shawwaab.
[eramuslim]

Idul Fitri: Kemenangan dan cobaan


KHUTBAH IDUL FITRI

Idul Fitri: Kemenangan dan cobaan

Ketahuilah bahwa Allah ta’ala menjadikan kehidupan dunia ini sebagai ujian dan
cobaan bagi hamba-hambanya agar diketahui siapakah dari hambaNya yang mentataiNya
dan siapa yang mendurhakaiNya: Dialah Allah yang menciptakan kematian dan
kehidupan untuk menguji kalian, manakah di antara kalian yang paling baik amalnya, dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun)

Orang yang berbahagia adalah orang yang mampu menjadikan kehidupannya
sebagai bekal menuju perjalanan panjang ke akherat kelak.
Ma’asyiral muslimin yahdikumullah…
Saat ini semua umat Islam diseluruh penjuru negeri bergembira menyambut Idul
Fitri, yang memang merupakan waktu yang diajarkan oleh Islam untuk bergembira.
Karena memang inilah hari raya kita, hari raya dimana kita bias bergembira menyambut
kedatangannya. Ada banyak hari di mana orang biasanya bergembia dan berpesta, kita
tidak akan hanyut pada hari-hari di mana orang lain berpesta, karena kita sebagai orang
Islam memiliki hari raya sendiri yang ajarkan oleh Allah yakni hari raya idul fitri dan hari
raya qurban.
Kegembiraan kita di hari raya ini merupakan perwujudan rasa syukur kita kepada Allah
swt atas segala karunia dan nikmat yang telah kita terima, baik karunia lahir maupun
batin. Khususnya kita bersyukur bahwa kita mampu dan masih diberi kesempatan
melaksanakan puasa dan qiyam lail. Yang pahalanya tidak terhitung nilainya di sisi Allah
swt. Allah berfirman bahwa orang yang senantiasa bersyukur terhadap Allah pastilah
Allah akan menambah karunia, dan barang siapa yang mengingkari nikmat Allah maka
Allah menjanjikan adzab yang sangat pedih. Dan ketahuilah bahwa janji Allah pada
saaatnya nanti pasti akan terjadi.
Shalawat dan salam kepada junjungan nabi kita, nabi Muhammad saw, yang telah
mengajarkan bagaimana mengenal Allah sang Pencipta kita dan jagad raya ini. Nabi yang
telah mengajarkan kepada kita bagaimana menyembah Allah dengan benar sehingga kita
menjadi sebaik-baik umat manusia di muka bumi. Maka kiat senantiasa memanjatkan
salawat dan salam atas beliau sebagaimana Allah dan para malaikatpun bershalawat pada
Rasulullah karena demikian agungnya sosok nabi Muhammad di hadapan Allah dan para
malaikat. Al ahzab (33):56

56. Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi[1229]. Hai orangorang
yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanya[1230].

Muslimin yang berbahagia..
Marilah kita sambut hari raya idul fitri ini dengan takbir mengumadangkan
kebesaran Allah swt. Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar kabira….Karena Allah
sajalah yang berhak untuk diagung-agungkan, barang siapa yang mengagungkan selain
Allah maka ia termasuk orang yang melampui batas dan telah berbuat kesyirikan yang
nyata.
Lihatlah diri kita, bukankah seringkali kita merasa paling besar, gumedhe,
jumawa seolah-olah semua manusia kecil dan harus takluk dihadapan kita. Kita berlagak
seolah kita adalah Tuhan yang kuasa atas segala keadaan. Tidakkah kita sadar, bahwa
kita sesungguhnya tidak lain adalah makhluk yang sangat-sangat lemah, maka kepada
siapa lagi kita berharap selain kepada Allah swt yang telah menciptakan kita dan dengan
kasih saying Allahlah kita diberi kesempatan menikmati hidup di dunia milik Allah ini.
Maka apa sesungguhnya yang menahan kaki kita tidak mau melangkah ke masjid ?
Apakah yang menahan kepala kita sehingga tidak mau menunduk ke tanah bersujud di
hadapan Allah ?
Apakah yang menahan lidah kita sehingga kaku dan kelu mengucapkan dzikir dan takbir
??
Apakah yang menahan hati kita sehingga sulit merindukan Allah ?
Apakah yang menahan pikirankita sehingga tidak mendambakan surga ?
Apakah yang mendorong jiwa kita sehingga cenderung ke neraka ?
Apakah yang menahan diri kita sehingga mengabaikan hak-hak Allah dan cenderung
memperturutkan hawa nafsu padahal hawa nafsu itu mendorong kepada kejelekan
Apakah kesombongan kita sudah demikian memuncak, sehingga sedemikan lantang kita
durhaka kepada Allah. Na’udzu billah min dzalik…
Ma’syiral muslimin rahimakumullah…
Berbahagialah kita karena hingga saat ini kita dimudahkan oleh Allah untuk
bersujud, rukuk, dihadapan Allah. Janganlah karena perilaku kita yang menetang Allah
menjadikan Allah semakin murka kepada kita. Janganlah karena kesombongan dan
kebodohan kita menjadi sebab terhalangnya kita dari jalan surga dan menghalangi kita
mendekati Allah swt. Maka bersyukur kepada Allah atas segala karunia ini. Karunia iman
dan islam. Apalah artinya kesenangan sesaat di dunia tapi membawa penyesalan
berkepanjangan di akherat kelak.
Apakah selepas ramadhan semakin dekat dengan Islam ataukah justru semakin
jauh ?? hanya diri kita sendiri yang nanti akan membuktikan.
Ada dua sikap yang ditunjukkan manusia ketika menghadapi nikmat atau cobaan.
Yakni pertama sikap syukur dan kedua sikap kufur. Ibrahim(14):7

Dan (ingatlah juga), tatkala
Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka
Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
Marilah kita coba melihat satu persatu. Kita apakah kita termasuk hamba yang bersyukur
atau yang kufur.
Kita hitung nikmat yang telah Allah berikan kepada kita (dan kita sesungguhnya tidak
akan pernah mampu menghitung nikmat Allah)
Allah telah memberikan kita badan yang sehat lengkap, semua berfungsi sebagaimana
mestinya. Satu saja dari anggota badan kita ini tidak berfungsi sungguh betapa
tersiksanya kita. Kita punya dua mata, satu mata sakit ringan untuk beberapa hari saja,
ingat …bukan sakit berat, serasa keseimbangan badan kita menjadi oleng, mata terasa
mau copot. Belum anggota badan yang lain. Pernahkah kita bersyukur, ingat kepada
Allah….bahwa Allah telah memberi kita bentuk yang sedemikian sempurna. Pernahkah
terucap tabarakallah ahsanul khalikin (terpujilah Allah dzat sebaik-baik pencipta) atau
justru kita tidak ingat Allah sama sekali.
Allah memberikan hewan ternak dan panen yang cukup untuk kita makan, bersyukurkah
kita kepada Allah atas rezki ini ?? Ingatkah kita kepada Allah, dzat yang memberi rezki
atas selama ini yang kita makan ??? . Ataukah justru kita mengingkari Allah karena Allah
memberi panen tidak seperti yang kita harapkan. Ataukah justru kita lupa kepada Allah
dan bahkan malah ingat kepada sesuatu yang kita anggap mbau rekso panen kita.??
Allah memberikan kepada kita anak-anak yang sanagt kita dambakan, ingatkah bahwa
Allah yang memberikan kita keturunan ataukah justru kita lalai mengingat Allah karena
anak-anak kita ?
Allah memberikan kita perniagaan dan perdangan yang laris, bersyukurkah kita bahwa
Allah ataukah justru kita lalai kepada Allah karena kesibukan kita kepada perdangan
tersebut.
Ingatlah kisah anak paman nabi Musa yang bernama Qarun, ia sesungguhnya adalah
termasuk hamba Allah yang shaleh pada awal mulanya, memiliki suara yang merdu,
manakala membaca kitab Taurat maka hati dan jiwa akan khusuk mnyimak firman Allah
tersebut. Karena kesalehannya Allah memberi karunia perbedandaharaan harta benda
yang tak terkira banyaknya. Kunci-kunci gudang perbendaharaan hartanya tidak mampu
dipikul sejumlah orang kuat pada masa itu. Tapi apa akhhir dari qarun ini, ia tidak mau
bersyukur kepada Allah, ia lupa dan lalai kepada Allah, dikiranya harta itu adalah jerih
payah dari ilmunya. Qarun berkata bahwa harta benda itu didapat karena ilmunya sendiri
(al qashash (28):78):

Karun berkata: “Sesungguhnya aku hanya
diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. dan Apakah ia tidak mengetahui,
bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat
daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? dan tidaklah perlu ditanya kepada
orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.
Ia tidak menyadari bahwa hartanya itu adalah karunia dan kemurahan
Allah kepada dirinya. Karena Allah dzat maha pemberi rizki. Karena lalai, maka
Allah menenggelamkan dirinya dan hartanya ke dalam bumi. Itulah balasan orang
yng tidak mau bersyukur kepada Allah.
Maka berkatalah orang-orang yang dulu menginginkan harta seperti qarun:
berkata: “Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezki bagi siapa yang Dia kehendaki dari
hamba-hambanya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya
atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak
beruntung orang- orang yang mengingkari (nikmat Allah).” (al qashash (28): 82)

Sulaiman alaih salam, seorang nabi dan raja diraja meng menguasai dunia manusia dan
binantnag, laut dan daratan serta udara, baik dunia kasat mata maupun dunia yang tidak
kasat mata. Beliau mampu memahami bahasa binantang. Maka tatkala ia mendengar
suara semut. Ia ingat Allah swt seraya berdo’a : “Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk
tetap mensyukuri nikmat mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua
orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan
masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh”.
(an naml:19)

Di sisi lain iapun bersyukur atas segala karunia yang telah diterimanya iapun berkata: “Ini
Termasuk kurnia Tuhanku untuk mengujiku aku Apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-
Nya). dan Barangsiapa yang bersyukur Maka Sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya
sendiri dan Barangsiapa yang ingkar, Maka Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia” (an
naml: 40)

Dan sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Daud dan Sulaiman; dan keduanya
mengucapkan: “Segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari kebanyakan hambahambanya
yang beriman.” (an naml: 15)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah..
Demikianlah teladan yang diberikan Nabi Sulaiman ketika mendapat karunia dari Allah
swt.
Begitu pula ketika seseorang mendapat musibah baik pada dirinya, keluarganya,
harta bendanya atau lingkungannya. Apakah ia akan ingat kepada Allah dengan minta
ampunan dan istighfar. Ataukah justru berpaling dari Allah segala tindakan kemungkaran
dan kesyirikan.
Ayyub, Nabi Allah yang begitu tabah mendapatkan cobaan merupakan teladan yang baik
dalam hal ini. Ketika Allah karuniakan anak-anak yang shalih, istri yang shalihah, kebun
dan ternak yang banyak hasilnya, tidak menambah apa – apa selain rasa syukur kepada
Allah swt. Hingga akhirnya ia diuji dengan kehilangan semuanya, tetapi tidak
mengurangi rasa syukurnya kepada Allah maka Allah mengembalikan semuanya kepada
Nabi Ayyub. Bahkan ia tetap memuji Allah dengan berkata: “(Ya Tuhanku),
sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha
Penyayang di antara semua penyayang.” Al anbiya(21): 83.
Ma’asyiral muslimin arsyadakumullah….
Hakekat hidup adalah ujian dan cobaan, maka barang siapa yang lulus darinya Allah akan
meninggikan derajatnya dan memberikan karunianya di dunia ini maupun di akherat
kelak. Akan tetapi siapa yang tidak lulus ujian dan menjadi durhaka maka kehinaan dan
kenistaan akan diterimanya di dunia dan di akherat kelak.
Apakah kita akan mengatakan kami beriman kepada Allah sebelum Allah
menerimakan cobaan kepada kita sebagaimana orang-orang beriman jaman dahulu
menerima cobaan. Sehingga bisa diketahui dengan benar siapa hamba Allah yang
sebenarnya/bersyukur dan siapa yang dusta/kufur. (al ankabut (29):2)

2. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:
“Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?

3. Dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka,
Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta.
Kalau ada musibah kemudian orang cenderung mengkaitkan musibah itu dengan klenik, syirik,
sesaji, larung dan sebagainya maka bias dipastikan bahwa hal tersebut merupakan kemungkaran yang
bertentangan dengan ajaran Islam, karena semua hal adalah miliki Allah, dzat yang memberi manfaat dan
mudharat, maka semestinya bila ditimpa musibah segera minta ampun, beristighfar memperbanyak dzikir
dan ingat serta kembali kepada Allah, bukan mencari jalan keluar yang justru menambah kemurkaan Allah.
Sebaliknya bila mendapatkan karunia segera ingat bahwa hal tersebut atas karunia Allah semata
sehingga semakin menambah rasa syukurnya kepada Allah, dan tidak akan menjerumuskannya pada
pengagungan diri sendiri.
Maka idul fitri ini sekaligus kemenangan kita menahan hawa nafsu kejelakan selama ini sekaligus
sebagai ujian keimanan bagi kita kaum muslimin untuk menghadapi tahun-tahun mendatang. Semoga Allah
menguatkan hati kita untuk teguh perpegang kepada Allah ta’ala.
Wallahu a’alm bishwab.

Ini barangkali renungan kita di sela-sela kita merayakan idul fitri sehingga hari raya kita
tetap menjadi lebih bermakna. Maka marilah kita berdo’a kepada Allah swt semoga Allah
memasukkan kita ke dalam hamba-hambaNya yang pandai bersyukur, mentaati
perintahnya dan menjauhkan kita dari adzab dan siksanya yang sangat pedih.

Dari Fitrah Menuju Muslim yang Lurus dan Tercerahkan


Dari Fitrah Menuju Muslim yang Lurus  dan Tercerahkan

Hadirin, sidang Idul Fitri yang dirahmati Allah.
Atas Rahmat Allah yang agung yang telah dilimpahkan kepada kita, pada
hari ini, 1 Syawal 1428 H yang bertepatan dengan hari Jum’at tanggal 12
Oktober 2007 M, kami sampai pada puncak dari seluruh rangkaian ibadah
Ramadhan 1428 H, yaitu Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya kemenangan Umat
Islam di seluruh pelosok dunia. Atas Hidayah Allah yang tercurah deras
dalam hati sanubari kita, perayaan Idul Fitri ini dapat kita lakukan dengan
khusu’ dan dengan hati yang bertaubat. Dan Atas Karunia Allah yang
melimpah ruah, kita bisa menikmati indahnya beridul fitri bersama sanak
keluarga, saudara, handau taulan, tetangga, teman dan seluruh kaum
muslimin dengan penuh kebersamaan dan suka cita. Untuk itu semua, puja
dan puji syukur wajib senantiasa kita haturkan ke hadirat Allah SWT, Rabb
sekalian alam.
Idul Fitri artinya hari raya fitrah. Hari raya kesucian manusia. Disebut juga
sebagai hari kembalinya kesucian kepada kita. Inilah hari raya yang resmi
diajarkan agama kita melalui sunnah Rasulullah SAW, selain Idul Adha.
Adapun semua hari raya atau hari besar Islam yang lain, lebih merupakan
hasil budaya daripada ajaran agama, seperti Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj,
Nuzulul Qur’an, Muharram dan lain-lain. Atas sunnah Rasulullah inilah kita
bisa meneladani bagaimana mensyukuri dan memaknai Idul fitri. Untuk itu,
salawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi dan Rasul kita
Muhammad SAW, keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan seluruh kaum
muslimin yang selalu setia dengan sunnah-sunnahnya. Sebagaimana Allah
dan Malaikat bershalawat pula kepada Nabi Muhammad, seperti dalam al-
Qur’an surat Al ahzab, ayat 56:

Sidang jama’ah Idul Fitri yang berbahagia
Dalam al-Qur’an, kata fitrah berasal dari kata fathara, yang arti sebenarnya
adalah “membuka” dan “membelah”. Kalau dihubungkan dengan puasa
Ramadhan yang sebulan penuh lamanya itu, maka kata ini mengandung
makna “berbuka puasa”. Fitrah juga mengandung pengertian “yang mulamula
diciptakan Allah”, yang tidak lain adalah “keadaan mula-mula”, “yang
asal”, atau “yang asli”. Jika melihat firman Allah dalam surat al-An’am ayat
79, sebuah surat yang sangat dikenal karena sering dilafadzkan dalam
pembukaan shalat, sebelum membaca al-Fatihah, yang bunyinya adalah
sebagai berikut:
“Sesungguhnya Aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang
menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang
benar, dan Aku bukanlah termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan.”
Kata fitrah dalam konteks ayat ini (fathara) dikaitkan dengan pengertian
hanif, yang jika diterjemahkan secara bebas menjadi “cenderung kepada
agama yang benar”. Istilah ini dipakai al-Qur’an untuk melukiskan sikap
kepercayaan Nabi Ibrahim a.s. yang menolak menyembah berhala, binatang,
bulan ataupun matahari, karena semua itu tidak patut untuk disembah. Yang
patut disembah hanyalah Dzat pencipta langit dan bumi.
Dari pengertian tersebut, timbul suatu teori, bahwa agama umat manusia
yang paling asli adalah menyembah kepada Allah. Hal ini berkaitan dengan
kepercayaan kaum muslimin, berdasarkan keterangan al-Qur’an, bahwa
manusia, segera setelah diciptakan, membuat perjanjian dengan Allah,
sebagaimana digambarkan dalam al-Qur’an, surat al-A’raf ayat 172:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): “Bukankah Aku Ini Tuhanmu?” mereka menjawab:
“Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang
demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya
kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan
Tuhan)”.”
Tidak selamanya manusia tetap dalam ikatan perjanjian dengan Allah
sebagaimana tergambar dalam surat al-A’raf itu. Dalam banyak kasus,
manusia merusak perjanjian itu atau bahkan memutuskannya. Kondisi
seperti inilah di saat manusia sudah sedemikian jauh dari ajaran-ajaran
agama, karena lebih memberati dorongan hawa nafsu dan godaan setan.
Manusia lupa akan jati dirinya, lupa dengan fitrahnya. Secara nyata dapat
kita lihat tipe manusia seperti ini di segala lini kehidupan. Pemimpin yang
sewenang-wenang dan menindas, pejabat yang korup, pengusaha yang
serakah, pegawai yang tidak disiplin, pedagang yang curang, tetangga yang
selalu menggunjing dan seterusnya, adalah gambaran nyata dalam kehidupan
kita, bagaimana manusia lupa dengan fitrahnya. Sudah menjadi sunnatullah,
di saat manusia memutus hubungan dengan Allah, maka ia akan pula
memutus hubungan dengan sesama manusia dan akan berbuat yang merusak
tatanan alam semesta, dan pada akhirnya ia termasuk golongan manusia
yang merugi. Seperti tampak dalam firman-Nya surat al-Baqarah ayat 27:
“yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah
perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah
(kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan
di muka bumi. mereka Itulah orang-orang yang rugi.”
Ma’asyiral muslimin yahdikumullah
Ibadah Ramadhan yang kita jalankan sebulan penuh, adalah sarana
untuk menemukan kembali jalan menuju fitrah. Pada siangnya kita berpuasa,
di mana pahalanya tidak tergantung seberapa jauh kita lapar dan dahaga,
melainkan tergantung pada apakah kita menjalankan dengan iman dan
ihtisab kepada Allah serta penuh intropeksi atau tidak. Pada malamnya kita
dirikan shalat malam (shalatullail/tarawih), agar hati kita senantiasa terikat
dan tunduk kepada Allah pemilik jiwa raga ini. Hari-hari Ramadhan pula
kita ramaikan dengan tadarrus al-Qur’an agar kita bisa mengaca diri, apakah
tingkah-laku kita sudah sesuai dengan tuntunan al-Qur’an atau belum. Dan
pada akhir Ramadhan, kita tutup dan sempurnakan seluruh rangkaian ibadah
Ramadhan dengan zakat fitrah, sebagai ungkapan simbolik kecintaan kita
kepada kaum miskin dan papa.
Seperti yang sudah disampaikan di muka, bahwa pengertian fitrah
terkait dengan pengertian hanif. Manusia yang sudah kembali menemukan
fitrahnya (idul fitri), ia akan terkondisikan untuk menjadi hanif. Kata hanif
berasal dari kata kerja hanafa, yahnifu dan masdarnya hanifan, artinya
adalah “condong”, atau “cenderung” dan kata bendanya “kecenderungan”.
Dalam al-Qur’an, kata hanif yang dimaksud adalah “cenderung kepada yang
benar”, seperti dijelaskan oleh mufassir modern, Maulana Muhammad Ali
dalam The Holy Qur’an, yang merujuk kepada kamus al-Qur’an al-
Mufradat fi al-gharib karya al-Raghib al-Isfahani. Secara lengkap pengertian
hanif disampaikan oleh Nashir Ahmad sebagai berikut:
a. Orang yang meninggalkan atau menjahui kesalahan dan mengarahkan
dirinya kepada petunjuk.
b. Orang yang secara terus menerus mengikuti kepercayaan yang benar
tanpa keinginan untuk berpaling dari padanya
c. Orang yang cenderung menata perilakunya secara sempurna menurut
Islam dan terus menerus mempertahankannya secara teguh
d. Seseorang yang mengikuti agama Ibrahim, dan
e. Yang percaya kepada seluruh nabi-nabi.
Baik Muhammad Ali maupun Nashir Ahmad, keterangan tentang
hanif tersebut, merujuk kepada al-Qur’an, surat al-Baqarah ayat 135:
Dan mereka berkata: “Hendaklah kamu menjadi penganut agama
Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk”. Katakanlah :
“Tidak, melainkan (Kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. dan
bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik”.
Dari ayat itu pula diketahui bahwa lawan dari hanif adalah syirik
(politheis), yakni sebuah paham yang mempersekutukan Allah dengan
lainnya. Islam tidak mengajarkan politheisme (syirik) tetapi sebaliknya yang
ditekankan dalam ajaran Islam adalah monotheisme (tauhid) yaitu menolak
segala pengakuan dan keyakinan mausia atas tuhan-tuhan palsu. Jika pada
zaman Jâhiliyyah, tuhan-tuhan palsu itu dimanifestasikan dalam wujud
berhala-berhala, maka pada zaman modern ini, tuhan-tuhan palsu terwujud
dalam banyak aspek dan bidang yang lebih luas dan komplek dari sekadar
berhala-berhala sesembahan. Tuhan-tuhan itu lebih berbentuk kedhaliman
dan penindasan, atau kesenangan dunia yang ketika meraihnya harus
merampas hak-hak orang lain.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Setelah orang selalu tertambat hatinya kepada kebenaran (hanif) dan
menolak dengan keras syirik, ia akan meneladani Rasulullah dalam
perjuangannya membebaskan umat Islam dari penindasan, kebodohan dan
kemiskinan. Pada zamannya, Mekkah adalah suatu kota dagang dengan
sedikit pedagang kaya tetapi banyak orang miskin yang penghidupannya
tergantung pada orang kaya kota itu. Orang-orang masih bodoh dan
bertakhayul, menyembah banyak sekali ilah. Para perempuan ditindas,
bahkan mereka dapat dikubur hidup-hidup. Ada banyak budak, para janda
dan anak yatim yang diabaikan tanpa ada yang peduli terhadap nasib
mereka. Dengan bimbingan Nabi, orang-orang Arab, di samping
membebaskan diri mereka sendiri, juga berusaha membebaskan orang-orang
dari kerajaan Romawi dan Persia yang menindas.
Rasulullah saw., yang secara harfiyah berarti manusia yang terpuji, adalah
nabi terakhir dan merupakan pejuang sejati. Dia membebaskan budakbudak,
anak-anak yatim dan perempuan, kaum yang miskin dan lemah.
Perkatannya yang mengandung wahyu menjadi ukuran untuk membedakan
yang benar dari yang salah, yang sejati dari yang palsu, dan kebaikan dari
kejahatan. Misinya sama dengan nabi-nabi terdahulu; menegakkan
kebenaran, kesetaraan dan persaudaraan manusia.
Muslim yang peduli dengan nasib kaum miskin, bodoh dan terbelakang
dengan menyantuninya sepenuh hati, adalah penjelmaan manusia fitri yang
hanif. Merekalah yang disebut rausanfikr, yaitu muslim tercerahkan yang
peduli dengan nasib umat. Kepedulian ini menjadi sangat penting,
mengingat kondisi masyarakat kita yang masih terdapat jurang pemisah yang
cukup lebar antara si kaya dan si miskin. Seperti sindiran Allah dalam al-
Qur’an surat an-Nisa’ ayat 75:
Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela)
orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anakanak
yang semuanya berdoa: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari
negeri Ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami
pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi
Engkau!”.
Rausanfikr (muslim tercerahkan) harus tercipta dalam diri kita masingmasing.
Kita tidak boleh masa bodoh atau tidak peduli (cuek) dengan
persoalan di sekitar kita. Kepedulian pada persoalan ummat akan mendorong
kita menuju sebuah keshalehan sosial yang sangat ditekankan oleh Islam.
Islam tidak saja mengajarkan keshalehan individu (taat pada perintah ibadah
mahdhah), tetapi juga keshalehan sosial atau bahasa agamanya adalah ihsan
(orangnya: muhsin/muhsinun), yaitu kegemaran pada amal shaleh. Allah
berfirman dalam surat an-Nisa’ ayat 125:
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas
menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan
kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah
mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.
Ada cerita menarik dalam sejarah dakwahnya Kyai Dahlan, pendiri
Muhammadiyah. Waktu itu beliau mengajarkan sebuah surat pendek dalam
al-Qur’an yaitu surat al-Ma’un (surat ke-107) kepada murid-muridnya. Para
murid sempat protes terhadap cara mengajaran beliau terus mengulang-ulang
surat tersebut, walaupun para murid sudah lama menghapal di luar kepala.
Sehingga pada suatu saat ada murid yang berani bertanya kepada Kyai
Dahlan mengenai hal itu. Lalu, konon, kyai Dahlan balik bertanya, “Apakah
engkau sudah mengamalkan surat itu ?”.
Sungguh sebuah model pengajaran Islam yang lebih mengedepankan
amaliah shalihah daripada sekadar hafalan. Model hafalan seperti inilah
yang banyak terlihat dalam pengajaran-pengajaran Islam dewasa ini,
sehingga sulit untuk melahirkan santri atau murid yang tercerahkan dan
mempunyai kepedulian (rausanfikr).
Hadirin yang berbahagi…
Ini barangkali renungan kita di sela-sela kita merayakan idul fitri
sehingga hari raya kita tetap menjadi lebih bermakna. Maka marilah kita
berdo’a kepada Allah SWT, semoga Allah memasukkan kita ke dalam
hamba-hambaNya yang pandai bersyukur, mentaati perintahnya dan
menjauhkan kita dari adzab dan siksanya yang sangat pedih.