Selasa, 20 Maret 2012

Khutbah Idul Fitri: Akhir Zaman


Khutbah Idul Fitri: Akhir Zaman

Tidak ada sutradara manapun yang menulis skenario untuk mengecewakan para
penonton. Sutradara selalu memastikan bahwa jagoan atau the Good Guys keluar
sebagai pemenang atas para penjahat (the Bad Guys). SubhaanAllah, apalagi Allah
Ta’ala, sebaik-baiknya Penulis Skenario. Pastilah Allah berrencana memenangkan
tentaraNya atas tentara Dajjal atau hizbusy-syaithan.....
----------

Jamaah sholat Idhul Fitri rahimakumullah
Marilah kita senantiasa mengungkapkan rasa terima-kasih kepada Allah SWT semata.
Allah telah melimpahkan kepada kita sedemikian banyak ni’mat. Jauh lebih banyak
ni’mat yang telah kita terima dibandingkan kesadaran dan kesanggupan kita untuk
bersyukur. Di antaranya, marilah kita ber-terimakasih kepada-Nya atas ni’mat yang
paling istimewa yang telah kita terima selama ini, padahal tidak semua manusia
memperolehnya. Dan terkadang kitapun bertanya-tanya mengapa kita termasuk yang
memperolehnya? Itulah ni’mat iman dan Islam, yang dengannya hidup kita menjadi jelas,
terarah dan berma’na.
Sesudah itu, marilah kita ber-terimakasih pula kepada Allahu ta’ala atas limpahan ni’mat
sehat-wal’aafiat. Ni’mat yang memudahkan dan melancarkan segenap urusan hidup kita
di dunia. Semoga kesehatan kita kian hari kian mendekatkan diri dengan Allahu ta’ala.
Dan semoga saudara-saudara kita yang sedang diuji Allah melalui aneka jenis penyakit
sanggup bersabar menghadapi penderitaannya…bersama keluarga yang mengurusnya,
sehingga kesabaran itu mengubah penyakit mereka menjadi penghapus dosa dan
kesalahan. Amien, amien ya rabbal ‘aalamien.
Selanjutnya khotib mengajak jamaah sekalian untuk senantiasa berdoa kepada Allah swt
agar Dia melimpahkan setinggi-tingginya penghargaan dan penghormatan, yang biasa
kita kenal dengan istilah sholawat dan salam-sejahtera kepada pemimpin kita bersama,
teladan kita bersama… imamul muttaqin pemimpin orang-orang bertaqwa dan qaa-idil
mujahidin panglima para mujahid yang sebenar-benarnya nabiyullah Muhammad
Sallalahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para shohabatnya dan para pengikutnya yang
setia hingga akhir zaman. Dan kita berdo’a kepada Allah swt, semoga kita yang hadir di
tempat yang baik ini dipandang Allah swt layak dihimpun bersama mereka dalam kafilah
panjang penuh berkah. Amien, amien ya rabbal ‘aalaamien.
Kita baru saja meninggalkan suatu bulan amat mulia, bulan rahmat- keampunan yang
membuahkan taqwa dan mengembalikan fitrah. Bulan ujian kesabaran-ujian tenggang
rasa-solidaritas, bulan dosa diampuni, kesalahan dimaafkan dan kotoran dicuci. Bulan di
dalamnya terdapat suatu malam nilainya lebih baik dari seribu bulan. Bulan penuh berkah
dan janji dijauhkan dari api neraka. Bulan yang disebut oleh Ulama Yusuf al-Qardhawy
hafizhohullah sebagai madrasah mutamaiyyizah atau lembaga pendidikan istimewa bagi
orang beriman. Mudah-mudahan kita semua termasuk golongan hamba-hamba Allah
yang berhasil lulus menjadi muttaqin. Amiin…
Kaum muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah,
Bulan Ramadhan merupakan musim ketaatan atau maushimut-thoah. Setiap tahun di
bulan Ramadhan umat Islam di seantero dunia mengalami transformasi penampilan.
Yang biasanya di luar bulan Ramadhan jarang sholat ke masjid, tiba-tiba mendapati
dirinya mengayunkan langkah kaki dengan ringannya ke masjid, musholla atau surau.
Itulah sebabnya kita temui masjid lebih semarak di bulan suci tersebut.
Yang biasanya di luar bulan Ramadhan terasa berat untuk ber-infaq atau mengeluarkan
sedekah, tiba-tiba mendapati diri menjadi dermawan dengan merogoh kantong atau
membuka dompet membagi sebagian rizqi kepada fihak lain yang membutuhkan.
Muslimah yang biasanya di luar bulan Ramadhan tidak pernah peduli menutup aurat
tubuhnya, seketika dengan semangat menampilkan dirinya ber-jilbab tiap kali berjumpa
dengan lelaki yang bukan muhrimnya di bulan penuh rahmat tersebut.
Benarlah Rasulullah saw ketika bersabda
“Bilamana tiba bulan Ramadhan pintu-pintu rahmat (surga) dibuka lebar-lebar, pintupintu
jahannam ditutup rapat-rapat dan para syetan dibelenggu. ” (HR Bukhary-Muslim)
“Kami menjadi saksi, ya Allah, benarnya ucapan Nabi-Mu saw di akhir zaman ini. Kami
membukitikan bahwa setiap Ramadhan datang umat Islam mengalami peningkatan gairah
ketaatan, ketaqwaan dan perbuatan ma’ruf. Dan sebaliknya terjadi penurunan kadar
kemaksiatan, kekufuran dan munkar. Pantaslah bilamana seorang mu’min sejati sangat
menginginkan andai Ramadhan berlangsung sepanjang tahun. Ya Allah, saksikanlah,
betapa sedihnya kami berpisah dengan bulan agung lagi penuh berkah ini. Ya Allah, kami
sangat ingin menyaksikan masjid-masjid kami menjadi penuh dan semarak sepanjang
tahun, diri-diri kami menjadi dermawan dan cinta memberi kepada kaum dhuafa, fuqara
wal-masaakin sepanjang tahun serta saudara-saudara muslimat kami berjilbab dengan
anggunnya sepanjang tahun. ”
Jamaah sholat Idhul Fitri rahimakumullah
Sepanjang perjalanan zaman Allah SWT senantiasa memperlihatkan sifat-sifat utamanya,
yakni Ar-Rahman (Maha Pengasih) dan Ar-Rahim (Maha Penyayang). Tidak pernah
sesaatpun Allah Ta’ala biarkan umat manusia hidup di dunia dalam kegelapan dan
ketidak-jelasan. Allah Ta’ala selalu memberikan petunjuk dan bimbingan-Nya kepada
hamba-hambaNya. Allah Ta’ala mewujudkan hal ini melalui pengiriman para utusan-Nya
di setiap kelompok umat manusia di sepanjang zaman.
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan),
"Sembahlah Allah (semata), dan jauhilah Thaghut (Syaithan) itu”(QS An-Nahl ayat 36)
Tidak ada seorang Nabi ataupun Rasul yang diutus Allah Ta’ala kepada ummat manusia
bersuku-bangsa apapun sepanjang zaman kapanpun di negeri manapun, kecuali beliau
pasti menyampaikan seruan abadi yang seragam tersebut: “Sembahlah Allah (semata) dan
jauhilah Thaghut (Syaithan) itu. ” Demikianlah seruan yang disampaikan oleh Nabi
Adam as kepada ummatnya, Nabi Nuh as kepada umatnya, Nabi Ibrahim as, Nabi Musa
as serta Nabi Isa as kepada masing-masing ummat mereka. Bahkan segenap Nabiyullah -
yang 25 namanya diperkenalkan Allah Ta’ala kepada kita di dalam Al-Qur’an maupun
yang lainnya yang kita tidak tahu nama-nama mereka tetapi dikatakan oleh para ulama
jumlah mereka mungkin mencapai 124. 000 itu- semuanya juga telah menyampaikan
seruan abadi tersebut.
Hingga tibalah giliran utusan Allah Ta’ala yang terakhir yakni Nabiyullah Muhammad
saw. Beliau merupakan penutup dari rangkaian para Nabi dan Rasul ‘alaihimus-salaam.
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah ayah dari seorang lelaki di antara kalian, tetapi ia
adalah Rasul Allah dan Penutup Nabi-Nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu. ” (QS Al-Ahzab ayat 40)
Berarti kesimpulannya ialah:
1. Karena Nabi Muhammad saw merupakan Penutup para Nabi, berarti tidak bakal ada
lagi Nabi setelahnya yang diutus Allah Ta’ala untuk membawa ajaran baru bagi ummat
manusia
2. Barangsiapa yang lahir dan hidup setelah diutusnya Nabi Muhammad saw (Penutup
para Nabi) pantas dijuluki sebagai Ummat Muhammad saw, baik ia muslim maupun kafir
3. Ummat Muhammad saw merupakan Penutup Para Ummat atau Ummat Akhir Zaman
yang dipimpin oleh Nabi Akhir Zaman. So, we are the last of mankind living in the end
of time. Kita adalah sisa-sisa terakhir ummat manusia menjalani hidup di ujung
parjalanan zaman.
4. Kalaupun aqidah iman-Islam kita mengajarkan bahwa kelak di akhir zaman akan
diturunkan seorang Nabiyullah yang selama ini dipelihara Allah Ta’ala di langit selama
ribuan tahun, yakni Nabi Isa Al-Masih putra Maryam as, maka itu bukan berarti ia akan
datang membawa ajaran baru. Bahkan kehadirannya kelak adalah sebagai pengikut &
pengokoh ajaran Nabi Muhammad saw. Ia akan mengajak ahli-kitab, kaum Yahudi dan
Nasrani untuk memeluk ajaran Nabi Muhammad saw, ajaran Islam. Sebab semua Nabi
dan Rasul para utusan Allah pada hakikatnya selalu mengajak manusia kepada ajaran
Islam Tauhid, yaitu mengesakan Allah Ta’ala semata.
Jamaah sholat Idhul Fitri rahimakumullah
Kesadaran bahwa kita merupakan Ummat Akhir Zaman atau The Last of Mankind Living
in the End of Time merupakan perkara penting. Sebab hal ini akan membawa kita pada
keyakinan bahwa Hari Akhir telah dekat kedatangannya. Bahkan Allah Ta’ala berfirman
sebagai berikut:
"Manusia bertanya kepadamu tentang hari akhir. Katakanlah, "Sesungguhnya
pengetahuan tentang hari akhir itu hanya di sisi Allah." Dan tahukah kamu (hai
Muhammad), boleh jadi hari akhir itu sudah dekat waktunya. ”(QS Al-Ahzab 63)
Dan Rasulullah saw sendiri bersabda:
“Aku diutus sebelum kedatangan Hari Akhir sebagaimana jari telunjuk ini mendahului
jari tengahku. ” (HR Muslim 4141)
Saudaraku, sudahkah kita mempersiapkan diri untuk menghadapinya? Bila Hari Akhir
udah dekat waktunya -bahkan semenjak diutusnya Nabi Muhammad saw 15 abad yang
lalu- pantaslah Allah Ta’ala menyuruh kita mempersiapkan diri menghadapi hari esok
yang perintahnya diletakkan di antara dua kali penyebutan perintah bertaqwa kepadaNya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertaqwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. ” (QS AlHasyr
ayat 18)
“Ya Allah, jadikanlah ibadah shiyam dan qiyam Ramadhan kami benar-benar
menghasilkan taqwa yang memadai untuk membekali kami menghadapi tanda demi tanda
Akhir Zaman yang terus berdatangan. Kami sadar bahwa semakin mendekati Hari Akhir
tentunya ujian dan fitnah yang datang akan kian berat. Yaa muuqallibal-quluub tsabbit
quluubanaa ‘ala diinika. Ya Allah Yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hati kami
di atas ajaranMu. ”
Jamaah sholat Idhul Fitri rahimakumullah
Rasulullah saw menjelaskan kepada kita sejak 15 abad yang lalu bahwa Ummat Islam
yang hidup di Era Akhir Zaman ini akan mengalami perjalanan sejarah yang mengandung
lima babak.
“(1) Babak Kenabian akan berlangsung di tengah kalian selama masa yang Allah
kehendaki kemudian Allah mencabutnya jika Allah menghendaki untuk mencabutnya.
(2) Kemudian babak keKhalifahan yang mengikuti pola (manhaj) Kenabian berlangsung
di tengah kalian selama masa yang Allah kehendaki kemudian Allah mencabutnya jika
Allah menghendaki untuk mencabutnya.
(3) Kemudian babak Raja-raja yang menggigit berlangsung di tengah kalian selama masa
yang Allah kehendaki kemudian Allah mencabutnya jika Allah menghendaki untuk
mencabutnya.
(4) Kemudian babak Raja-raja yang memaksakan kehendak(para diktator) berlangsung di
tengah kalian selama masa yang Allah kehendaki kemudian Allah mencabutnya jika
Allah menghendaki untuk mencabutnya.
(5) Kemudian babak keKhalifahan yang mengikuti pola (manhaj) Kenabian kemudian
Nabi diam. ” (HR Ahmad 17680)
Hadits ini menguraikan Ringkasan Perjalanan Sejarah Ummat Islam yang terdiri dari
lima babak sebagai berikut:
Babak I=> Kenabian
Babak II=> Kekhalifahan mengikuti pola (Manhaj) Kenabian
Babak III=> Raja-raja yang Menggigit
Babak IV=> Raja-raja yang Memaksakan kehendak (diktator)
Babak V=> Kekhalifahan mengikuti pola (Manhaj) Kenabian
Jamaah sholat Idhul Fitri rahimakumullah
Babak pertama atau babak Kenabian ة=< ?ُA@B ا adalah masa di mana ummat Islam langsung
dipimpin oleh Nabiyullah Muhammad saw secara langsung. Babak ini berlangsung
singkat yaitu 23 tahun (13 tahun Sebelum Hijrah hingga 10 Hijriah), tidak sampai
seperempat abad lamanya. Tetapi ia merupakan masa yang singkat namun diberkahi
Allah Ta’ala. Ketika Nabi saw baru diutus pada usia 40 tahun jazirah Arab sedang
tenggelam di dalam nilai-nilai zhulumat al-jaahiliyyah (kegelapan nilai-nilai jahiliah).
Sementara tatkala Nabi saw wafat pada usia 63 tahun telah terjadi transformasi sosial
secara total sehingga jazirah Arab menjadi bersinar di bawah naungan Nurul Islam
(Cahaya Ajaran Allah Ta’ala Al-Islam). SubhaanAllah. Babak pertama sudah berlalu,
saudaraku.
Babak kedua atau babak Kekhalifahan mengikuti pola (Manhaj) Kenabian adalah masa di
mana setelah wafatnya Nabi Muhammad saw ummat dipimpin oleh para sahabat mulia
yang dijuluki Khulafaa Ar-Rasyidin (para khalifah yang jujur, adil dan istiqomah
mengikuti Allah dan RasulNya). Masa ini ditandai kepemimpinan sahabat-sahabat utama,
yakni Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Al-Khattab, Ustman bin ‘Affan dan Ali bin Abi
Tholib radhiyAllahu ‘anhum ajmaa’iin (semoga Allah meridhai keempatnya tanpa
kecuali). Babak ini juga berlangsung singkat yaitu 30 tahun (tahun 10 H hingga 40 H),
seperempat abad lebih sebagaimana prediksi Nabiyullah Muhammad saw:
“Era Al-Khilafah di dalam ummatku berlangsung tugapuluh tahun, kemudian sesudah itu
muncullah era kerajaan demi kerajaan. ”(HR At-Tirmidzi 2152)
Babak kedua sudah berlalu, saudaraku.
Kemudian muncullah babak ketiga atau babak kepemimpinan Raja-raja yang Menggigit.
Ia adalah masa di mana ummat Islam dipimpin dengan pola kerajaan selama masa yang
cukup lama yaitu sejak tahun 40 H hingga tahun 1342 H atau sekitar 14 abad, tepatnya
selama 1302 tahun. Babak ini terutama ditandai dengan berdirinya tiga kerajaan Islam
besar-besar yaitu Daulat Bani Umayyah lalu Daulat Bani Abbasiyyah kemudian
Kesultanan Utsmani Turki yang di dalam berbagai kitab sejarah dunia (barat) lebih
dikenal dengan The Ottoman Empire.
Mengapa pada masa ini para pemimpin ummat dijuluki oleh Nabiyullah Muhammad saw
sebagai “para raja yang menggigit”, padahal ummat masih menyebut mereka sebagai
khalifah, institusi negara Islam masih bernama khilafah dan Al-Qur’an serta Sunnah Nabi
saw masih dijunjung tinggi? Karena ketika itu suksesi pergantian kepemimpinan seorang
khalifah kepada khalifah berikutnya menggunakan pola keturunan alias pola kerajaan.
Sementara disebut “menggigit” karena para raja tersebut “menggigit” Al-Qur’an dan
Sunnah, turun sedikit kualitasnya dibandingkan babak sebelumnya di mana para
Khulafaa Ar-Rasyidin “menggenggam” Al-Qur’an dan Sunnah secara kuat dan mantap.
Oleh karenanya, babak ketiga ini jelas babak yang lebih buruk daripada babak kedua.
Namun ia masih jauh lebih baik daripada babak keempat, sebab setidaknya ia masih
mampu memelihara ummat Islam berada di dalam satu kesatuan Jama’atul Muslimin
yang tunggal dengan wilayah geografis Daulah Islamiyyah yang tunggal serta
kepemimpinan yang memiliki otoritas tunggal. Pada masa ini tidak ditemukan kasus
perbedaan penetapan tanggal jatuhnya hari Raya Idul Fitri, karena masih ada Final
Decision Maker yang menyelesaikan berbagai perbedaan hasil ru’yatul hilal yang muncul
di tengah ummat. Laa haula wa laa quwwata illa billah. Babak ketigapun sudah berlalu
dan menjadi sejarah, saudaraku.
Jamaah sholat Idhul Fitri rahimakumullah
Setelah perjalanan sejarah Ummat Islam melalui babak pertama, kedua dan ketiga, maka
Nabiyullah Muhammad saw selanjutnya memberitakan akan datangnya babak keempat
yaitu babak kepemimpinan Raja-raja yang memaksakan kehendak(para diktator). Ini
adalah babak yang diawali semenjak runtuhnya kekhalifahan kesultanan Ustmani Turki
pada tahun 1924 atau 1342 H. Babak ini ditandai dengan runtuhnya kesatuan Ummat
Islam dengan kesatuan wilayah dan kepemimpinannya. Ummat Islam menjalani
kehidupan laksana anak-anak ayam kehilangan induk. Dunia Islam terurai menjadi
kepingan-kepingan negeri yang memiliki arah dan sistem beraneka jenis yang pada
umumnya jauh dari arah dan sistem Islam. Mulailah dunia memiliki para pemimpin dan
penguasa yang memaksakan kehendak seraya mengabaikan kehendak Allah dan
RasulNya. Nasionalisme dan sekularisme menjadi dominan pada tataran kehidupan
sosial-kemasyarakatan, sementara identitas dan ideologi Islam cenderung dilokalisasi
pada tataran kehidupan individual semata.
Pada babak keempat ummat Islam menjalani the darkest ages of the Islamic history (masa
paling kelam dalam sejarah Islam). Ini sudah merupakan skenario Ilahi dalam rangka
menyadarkan kita akan benarnya firman Allah Ta’ala sebagai berikut:
“Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun
(pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran)
itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran)…” (QS Ali
Imran ayat 140)
Ada harinya orang-orang beriman mengalami kejayaan dan memiliki peradaban yang
kuat, sementara ada harinya mereka merasakan kekalahan, keterpurukan dan ketidakjelasan
peradaban. Ada pula harinya orang-orang kafir berjaya, memiliki peradaban
bahkan berlaku semena-mena dan ada harinya mereka keok, kalah serta tidak berdaya
menyebarluaskan budaya maksiat dan kekufurannya. Itulah sunnatullah yang mesti
berlaku dalam kehidupan di dunia yang fana ini.
Yang penting bagi kita adalah setelah menyadari kita berada pada posisi terpuruk
sekarang ini seyogyanya kita bersungguh-sungguh memelihara kesabaran dan konsistensi
(istiqomah) dalam menjalankan kehidupan berpandukan ajaran Islam. Kita tidak mungkin
banyak berharap dalam situasi di mana para sedang merajalela menguasai dunia dewasa
ini. Kondisi ini bahkan telah dinubuwwahkan oleh Rasulullah saw melalui berbagai
Tanda-tanda Akhir Zaman (EFGHB اط ا JK ا ) yang begitu banyak bermunculan di era kita
sekarang ini.
Bahkan jika kita cermati hadits mengenai perjalanan sejarah Ummat Islam riwayat Imam
Ahmad di atas sudah sepatutnya kita mengembangkan optimisme –selain sabar dan
istiqomah- karena babak keempat bukanlah babak final perjalanan nasib ummat Islam.
Masih ada satu babak lagi yang perlu dijemput oleh ummat Islam. Itulah babak kelima di
mana bakal tegak kembali era kepemimpinan orang-orang sekaliber Abu Bakar, Umar,
Ustman dan Ali, yaitu Kekhalifahan mengikuti pola (Manhaj) Kenabian. Suatu era yang
barangkali tidak terbayangkan bagi siapapun yang telah begitu dahsyat terperangkap
dalam kesenangan menipu babak keempat sekarang ini. Era yang sudah pasti dinantikan
oleh setiap muslim-mu’min yang merindukan tegakknya keadilan dan kejujuran hakiki.
Jamaah sholat Idhul Fitri rahimakumullah
Marilah kita persiapkan diri seoptimal mungkin untuk menghadapi babak final, babak
kelima tersebut. Mari kita kenali, fahami dan persiapkan diri menghadapi Tanda-tanda
Akhir Zaman yang bakal memenuhi panggung sandiwara dunia di masa peralihan babak
keempat menuju babak kelima Ummat Akhir Zaman ini. Pastikan keberfihakan kita
kepada Imam Mahdi dan Nabiyullah Isa Al-Masih as. Pastikan penolakan kita masuk ke
dalam pasukan para penguasa diktator babak keempat apalagi ke dalam pasukan Dajjal,
fitnah terbesar di Akhir Zaman kata Nabi saw.
Ibarat sebuah film, dunia saat ini telah berada pada episode menjelang The End.
Bayangkan, sudahlah kita dijuluki Ummat Akhir Zaman, lalu dari lima babak perjalanan
Ummat Akhir Zaman yang beriman ini, kita berada di babak keempat pula. Berarti, kita
wajib mempersiapkan diri menyongsong babak final Akhir Zaman. Masa transisi dari
babak keempat menuju babak kelima kata Nabi saw bakal diwarnai banyak ujian dan
fitnah yang kian menghebat sehingga sebagian ulama menyebutnya sebagai era Huruhara
Akhir Zaman.
Tidak ada sutradara manapun yang menulis skenario untuk mengecewakan para
penonton. Sutradara selalu memastikan bahwa jagoan atau the Good Guys keluar sebagai
pemenang atas para penjahat (the Bad Guys). SubhaanAllah, apalagi Allah Ta’ala,
sebaik-baiknya Penulis Skenario. Pastilah Allah berrencana memenangkan tentaraNya
atas tentara Dajjal atau hizbusy-syaithan.
Namun, sebagaimana semua film pada umumnya, mustahil jagoan menang sebelum
melalui episode yang paling seru dan dahsyat. Artinya, mustahil babak kelima akan
datang bila Ummat Islam berharap mencapainya sekedar dengan berjalan melalui tamantaman
bunga. Sudah sewajarnya bilamana peralihan babak keempat menuju babak kelima
melewati bukit-bukit berbatu dan jurang-jurang curam diwarnai deraian airmata bahkan
sangat mungkin bersimbah darah. Sebab mustahil para penguasa diktator babak keempat
akan menyerahkan begitu saja kepemimpinan kepada orang-orang beriman dan beramal
sholeh kecuali melalui sebuah perlawanan yang keras. Satu hal yang pasti, masa transisi
itu mustahil sekedar melalui meja perundingan, apalagi sekedar melalui permainan
pertarungan “kotak suara”.
Wallahu ‘alam bish-shawwaab.
[eramuslim]

Idul Fitri: Kemenangan dan cobaan


KHUTBAH IDUL FITRI

Idul Fitri: Kemenangan dan cobaan

Ketahuilah bahwa Allah ta’ala menjadikan kehidupan dunia ini sebagai ujian dan
cobaan bagi hamba-hambanya agar diketahui siapakah dari hambaNya yang mentataiNya
dan siapa yang mendurhakaiNya: Dialah Allah yang menciptakan kematian dan
kehidupan untuk menguji kalian, manakah di antara kalian yang paling baik amalnya, dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun)

Orang yang berbahagia adalah orang yang mampu menjadikan kehidupannya
sebagai bekal menuju perjalanan panjang ke akherat kelak.
Ma’asyiral muslimin yahdikumullah…
Saat ini semua umat Islam diseluruh penjuru negeri bergembira menyambut Idul
Fitri, yang memang merupakan waktu yang diajarkan oleh Islam untuk bergembira.
Karena memang inilah hari raya kita, hari raya dimana kita bias bergembira menyambut
kedatangannya. Ada banyak hari di mana orang biasanya bergembia dan berpesta, kita
tidak akan hanyut pada hari-hari di mana orang lain berpesta, karena kita sebagai orang
Islam memiliki hari raya sendiri yang ajarkan oleh Allah yakni hari raya idul fitri dan hari
raya qurban.
Kegembiraan kita di hari raya ini merupakan perwujudan rasa syukur kita kepada Allah
swt atas segala karunia dan nikmat yang telah kita terima, baik karunia lahir maupun
batin. Khususnya kita bersyukur bahwa kita mampu dan masih diberi kesempatan
melaksanakan puasa dan qiyam lail. Yang pahalanya tidak terhitung nilainya di sisi Allah
swt. Allah berfirman bahwa orang yang senantiasa bersyukur terhadap Allah pastilah
Allah akan menambah karunia, dan barang siapa yang mengingkari nikmat Allah maka
Allah menjanjikan adzab yang sangat pedih. Dan ketahuilah bahwa janji Allah pada
saaatnya nanti pasti akan terjadi.
Shalawat dan salam kepada junjungan nabi kita, nabi Muhammad saw, yang telah
mengajarkan bagaimana mengenal Allah sang Pencipta kita dan jagad raya ini. Nabi yang
telah mengajarkan kepada kita bagaimana menyembah Allah dengan benar sehingga kita
menjadi sebaik-baik umat manusia di muka bumi. Maka kiat senantiasa memanjatkan
salawat dan salam atas beliau sebagaimana Allah dan para malaikatpun bershalawat pada
Rasulullah karena demikian agungnya sosok nabi Muhammad di hadapan Allah dan para
malaikat. Al ahzab (33):56

56. Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi[1229]. Hai orangorang
yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanya[1230].

Muslimin yang berbahagia..
Marilah kita sambut hari raya idul fitri ini dengan takbir mengumadangkan
kebesaran Allah swt. Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar kabira….Karena Allah
sajalah yang berhak untuk diagung-agungkan, barang siapa yang mengagungkan selain
Allah maka ia termasuk orang yang melampui batas dan telah berbuat kesyirikan yang
nyata.
Lihatlah diri kita, bukankah seringkali kita merasa paling besar, gumedhe,
jumawa seolah-olah semua manusia kecil dan harus takluk dihadapan kita. Kita berlagak
seolah kita adalah Tuhan yang kuasa atas segala keadaan. Tidakkah kita sadar, bahwa
kita sesungguhnya tidak lain adalah makhluk yang sangat-sangat lemah, maka kepada
siapa lagi kita berharap selain kepada Allah swt yang telah menciptakan kita dan dengan
kasih saying Allahlah kita diberi kesempatan menikmati hidup di dunia milik Allah ini.
Maka apa sesungguhnya yang menahan kaki kita tidak mau melangkah ke masjid ?
Apakah yang menahan kepala kita sehingga tidak mau menunduk ke tanah bersujud di
hadapan Allah ?
Apakah yang menahan lidah kita sehingga kaku dan kelu mengucapkan dzikir dan takbir
??
Apakah yang menahan hati kita sehingga sulit merindukan Allah ?
Apakah yang menahan pikirankita sehingga tidak mendambakan surga ?
Apakah yang mendorong jiwa kita sehingga cenderung ke neraka ?
Apakah yang menahan diri kita sehingga mengabaikan hak-hak Allah dan cenderung
memperturutkan hawa nafsu padahal hawa nafsu itu mendorong kepada kejelekan
Apakah kesombongan kita sudah demikian memuncak, sehingga sedemikan lantang kita
durhaka kepada Allah. Na’udzu billah min dzalik…
Ma’syiral muslimin rahimakumullah…
Berbahagialah kita karena hingga saat ini kita dimudahkan oleh Allah untuk
bersujud, rukuk, dihadapan Allah. Janganlah karena perilaku kita yang menetang Allah
menjadikan Allah semakin murka kepada kita. Janganlah karena kesombongan dan
kebodohan kita menjadi sebab terhalangnya kita dari jalan surga dan menghalangi kita
mendekati Allah swt. Maka bersyukur kepada Allah atas segala karunia ini. Karunia iman
dan islam. Apalah artinya kesenangan sesaat di dunia tapi membawa penyesalan
berkepanjangan di akherat kelak.
Apakah selepas ramadhan semakin dekat dengan Islam ataukah justru semakin
jauh ?? hanya diri kita sendiri yang nanti akan membuktikan.
Ada dua sikap yang ditunjukkan manusia ketika menghadapi nikmat atau cobaan.
Yakni pertama sikap syukur dan kedua sikap kufur. Ibrahim(14):7

Dan (ingatlah juga), tatkala
Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka
Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
Marilah kita coba melihat satu persatu. Kita apakah kita termasuk hamba yang bersyukur
atau yang kufur.
Kita hitung nikmat yang telah Allah berikan kepada kita (dan kita sesungguhnya tidak
akan pernah mampu menghitung nikmat Allah)
Allah telah memberikan kita badan yang sehat lengkap, semua berfungsi sebagaimana
mestinya. Satu saja dari anggota badan kita ini tidak berfungsi sungguh betapa
tersiksanya kita. Kita punya dua mata, satu mata sakit ringan untuk beberapa hari saja,
ingat …bukan sakit berat, serasa keseimbangan badan kita menjadi oleng, mata terasa
mau copot. Belum anggota badan yang lain. Pernahkah kita bersyukur, ingat kepada
Allah….bahwa Allah telah memberi kita bentuk yang sedemikian sempurna. Pernahkah
terucap tabarakallah ahsanul khalikin (terpujilah Allah dzat sebaik-baik pencipta) atau
justru kita tidak ingat Allah sama sekali.
Allah memberikan hewan ternak dan panen yang cukup untuk kita makan, bersyukurkah
kita kepada Allah atas rezki ini ?? Ingatkah kita kepada Allah, dzat yang memberi rezki
atas selama ini yang kita makan ??? . Ataukah justru kita mengingkari Allah karena Allah
memberi panen tidak seperti yang kita harapkan. Ataukah justru kita lupa kepada Allah
dan bahkan malah ingat kepada sesuatu yang kita anggap mbau rekso panen kita.??
Allah memberikan kepada kita anak-anak yang sanagt kita dambakan, ingatkah bahwa
Allah yang memberikan kita keturunan ataukah justru kita lalai mengingat Allah karena
anak-anak kita ?
Allah memberikan kita perniagaan dan perdangan yang laris, bersyukurkah kita bahwa
Allah ataukah justru kita lalai kepada Allah karena kesibukan kita kepada perdangan
tersebut.
Ingatlah kisah anak paman nabi Musa yang bernama Qarun, ia sesungguhnya adalah
termasuk hamba Allah yang shaleh pada awal mulanya, memiliki suara yang merdu,
manakala membaca kitab Taurat maka hati dan jiwa akan khusuk mnyimak firman Allah
tersebut. Karena kesalehannya Allah memberi karunia perbedandaharaan harta benda
yang tak terkira banyaknya. Kunci-kunci gudang perbendaharaan hartanya tidak mampu
dipikul sejumlah orang kuat pada masa itu. Tapi apa akhhir dari qarun ini, ia tidak mau
bersyukur kepada Allah, ia lupa dan lalai kepada Allah, dikiranya harta itu adalah jerih
payah dari ilmunya. Qarun berkata bahwa harta benda itu didapat karena ilmunya sendiri
(al qashash (28):78):

Karun berkata: “Sesungguhnya aku hanya
diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. dan Apakah ia tidak mengetahui,
bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat
daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? dan tidaklah perlu ditanya kepada
orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.
Ia tidak menyadari bahwa hartanya itu adalah karunia dan kemurahan
Allah kepada dirinya. Karena Allah dzat maha pemberi rizki. Karena lalai, maka
Allah menenggelamkan dirinya dan hartanya ke dalam bumi. Itulah balasan orang
yng tidak mau bersyukur kepada Allah.
Maka berkatalah orang-orang yang dulu menginginkan harta seperti qarun:
berkata: “Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezki bagi siapa yang Dia kehendaki dari
hamba-hambanya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya
atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak
beruntung orang- orang yang mengingkari (nikmat Allah).” (al qashash (28): 82)

Sulaiman alaih salam, seorang nabi dan raja diraja meng menguasai dunia manusia dan
binantnag, laut dan daratan serta udara, baik dunia kasat mata maupun dunia yang tidak
kasat mata. Beliau mampu memahami bahasa binantang. Maka tatkala ia mendengar
suara semut. Ia ingat Allah swt seraya berdo’a : “Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk
tetap mensyukuri nikmat mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua
orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan
masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh”.
(an naml:19)

Di sisi lain iapun bersyukur atas segala karunia yang telah diterimanya iapun berkata: “Ini
Termasuk kurnia Tuhanku untuk mengujiku aku Apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-
Nya). dan Barangsiapa yang bersyukur Maka Sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya
sendiri dan Barangsiapa yang ingkar, Maka Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia” (an
naml: 40)

Dan sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Daud dan Sulaiman; dan keduanya
mengucapkan: “Segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari kebanyakan hambahambanya
yang beriman.” (an naml: 15)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah..
Demikianlah teladan yang diberikan Nabi Sulaiman ketika mendapat karunia dari Allah
swt.
Begitu pula ketika seseorang mendapat musibah baik pada dirinya, keluarganya,
harta bendanya atau lingkungannya. Apakah ia akan ingat kepada Allah dengan minta
ampunan dan istighfar. Ataukah justru berpaling dari Allah segala tindakan kemungkaran
dan kesyirikan.
Ayyub, Nabi Allah yang begitu tabah mendapatkan cobaan merupakan teladan yang baik
dalam hal ini. Ketika Allah karuniakan anak-anak yang shalih, istri yang shalihah, kebun
dan ternak yang banyak hasilnya, tidak menambah apa – apa selain rasa syukur kepada
Allah swt. Hingga akhirnya ia diuji dengan kehilangan semuanya, tetapi tidak
mengurangi rasa syukurnya kepada Allah maka Allah mengembalikan semuanya kepada
Nabi Ayyub. Bahkan ia tetap memuji Allah dengan berkata: “(Ya Tuhanku),
sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha
Penyayang di antara semua penyayang.” Al anbiya(21): 83.
Ma’asyiral muslimin arsyadakumullah….
Hakekat hidup adalah ujian dan cobaan, maka barang siapa yang lulus darinya Allah akan
meninggikan derajatnya dan memberikan karunianya di dunia ini maupun di akherat
kelak. Akan tetapi siapa yang tidak lulus ujian dan menjadi durhaka maka kehinaan dan
kenistaan akan diterimanya di dunia dan di akherat kelak.
Apakah kita akan mengatakan kami beriman kepada Allah sebelum Allah
menerimakan cobaan kepada kita sebagaimana orang-orang beriman jaman dahulu
menerima cobaan. Sehingga bisa diketahui dengan benar siapa hamba Allah yang
sebenarnya/bersyukur dan siapa yang dusta/kufur. (al ankabut (29):2)

2. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:
“Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?

3. Dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka,
Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta.
Kalau ada musibah kemudian orang cenderung mengkaitkan musibah itu dengan klenik, syirik,
sesaji, larung dan sebagainya maka bias dipastikan bahwa hal tersebut merupakan kemungkaran yang
bertentangan dengan ajaran Islam, karena semua hal adalah miliki Allah, dzat yang memberi manfaat dan
mudharat, maka semestinya bila ditimpa musibah segera minta ampun, beristighfar memperbanyak dzikir
dan ingat serta kembali kepada Allah, bukan mencari jalan keluar yang justru menambah kemurkaan Allah.
Sebaliknya bila mendapatkan karunia segera ingat bahwa hal tersebut atas karunia Allah semata
sehingga semakin menambah rasa syukurnya kepada Allah, dan tidak akan menjerumuskannya pada
pengagungan diri sendiri.
Maka idul fitri ini sekaligus kemenangan kita menahan hawa nafsu kejelakan selama ini sekaligus
sebagai ujian keimanan bagi kita kaum muslimin untuk menghadapi tahun-tahun mendatang. Semoga Allah
menguatkan hati kita untuk teguh perpegang kepada Allah ta’ala.
Wallahu a’alm bishwab.

Ini barangkali renungan kita di sela-sela kita merayakan idul fitri sehingga hari raya kita
tetap menjadi lebih bermakna. Maka marilah kita berdo’a kepada Allah swt semoga Allah
memasukkan kita ke dalam hamba-hambaNya yang pandai bersyukur, mentaati
perintahnya dan menjauhkan kita dari adzab dan siksanya yang sangat pedih.

Dari Fitrah Menuju Muslim yang Lurus dan Tercerahkan


Dari Fitrah Menuju Muslim yang Lurus  dan Tercerahkan

Hadirin, sidang Idul Fitri yang dirahmati Allah.
Atas Rahmat Allah yang agung yang telah dilimpahkan kepada kita, pada
hari ini, 1 Syawal 1428 H yang bertepatan dengan hari Jum’at tanggal 12
Oktober 2007 M, kami sampai pada puncak dari seluruh rangkaian ibadah
Ramadhan 1428 H, yaitu Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya kemenangan Umat
Islam di seluruh pelosok dunia. Atas Hidayah Allah yang tercurah deras
dalam hati sanubari kita, perayaan Idul Fitri ini dapat kita lakukan dengan
khusu’ dan dengan hati yang bertaubat. Dan Atas Karunia Allah yang
melimpah ruah, kita bisa menikmati indahnya beridul fitri bersama sanak
keluarga, saudara, handau taulan, tetangga, teman dan seluruh kaum
muslimin dengan penuh kebersamaan dan suka cita. Untuk itu semua, puja
dan puji syukur wajib senantiasa kita haturkan ke hadirat Allah SWT, Rabb
sekalian alam.
Idul Fitri artinya hari raya fitrah. Hari raya kesucian manusia. Disebut juga
sebagai hari kembalinya kesucian kepada kita. Inilah hari raya yang resmi
diajarkan agama kita melalui sunnah Rasulullah SAW, selain Idul Adha.
Adapun semua hari raya atau hari besar Islam yang lain, lebih merupakan
hasil budaya daripada ajaran agama, seperti Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj,
Nuzulul Qur’an, Muharram dan lain-lain. Atas sunnah Rasulullah inilah kita
bisa meneladani bagaimana mensyukuri dan memaknai Idul fitri. Untuk itu,
salawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi dan Rasul kita
Muhammad SAW, keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan seluruh kaum
muslimin yang selalu setia dengan sunnah-sunnahnya. Sebagaimana Allah
dan Malaikat bershalawat pula kepada Nabi Muhammad, seperti dalam al-
Qur’an surat Al ahzab, ayat 56:

Sidang jama’ah Idul Fitri yang berbahagia
Dalam al-Qur’an, kata fitrah berasal dari kata fathara, yang arti sebenarnya
adalah “membuka” dan “membelah”. Kalau dihubungkan dengan puasa
Ramadhan yang sebulan penuh lamanya itu, maka kata ini mengandung
makna “berbuka puasa”. Fitrah juga mengandung pengertian “yang mulamula
diciptakan Allah”, yang tidak lain adalah “keadaan mula-mula”, “yang
asal”, atau “yang asli”. Jika melihat firman Allah dalam surat al-An’am ayat
79, sebuah surat yang sangat dikenal karena sering dilafadzkan dalam
pembukaan shalat, sebelum membaca al-Fatihah, yang bunyinya adalah
sebagai berikut:
“Sesungguhnya Aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang
menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang
benar, dan Aku bukanlah termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan.”
Kata fitrah dalam konteks ayat ini (fathara) dikaitkan dengan pengertian
hanif, yang jika diterjemahkan secara bebas menjadi “cenderung kepada
agama yang benar”. Istilah ini dipakai al-Qur’an untuk melukiskan sikap
kepercayaan Nabi Ibrahim a.s. yang menolak menyembah berhala, binatang,
bulan ataupun matahari, karena semua itu tidak patut untuk disembah. Yang
patut disembah hanyalah Dzat pencipta langit dan bumi.
Dari pengertian tersebut, timbul suatu teori, bahwa agama umat manusia
yang paling asli adalah menyembah kepada Allah. Hal ini berkaitan dengan
kepercayaan kaum muslimin, berdasarkan keterangan al-Qur’an, bahwa
manusia, segera setelah diciptakan, membuat perjanjian dengan Allah,
sebagaimana digambarkan dalam al-Qur’an, surat al-A’raf ayat 172:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): “Bukankah Aku Ini Tuhanmu?” mereka menjawab:
“Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang
demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya
kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan
Tuhan)”.”
Tidak selamanya manusia tetap dalam ikatan perjanjian dengan Allah
sebagaimana tergambar dalam surat al-A’raf itu. Dalam banyak kasus,
manusia merusak perjanjian itu atau bahkan memutuskannya. Kondisi
seperti inilah di saat manusia sudah sedemikian jauh dari ajaran-ajaran
agama, karena lebih memberati dorongan hawa nafsu dan godaan setan.
Manusia lupa akan jati dirinya, lupa dengan fitrahnya. Secara nyata dapat
kita lihat tipe manusia seperti ini di segala lini kehidupan. Pemimpin yang
sewenang-wenang dan menindas, pejabat yang korup, pengusaha yang
serakah, pegawai yang tidak disiplin, pedagang yang curang, tetangga yang
selalu menggunjing dan seterusnya, adalah gambaran nyata dalam kehidupan
kita, bagaimana manusia lupa dengan fitrahnya. Sudah menjadi sunnatullah,
di saat manusia memutus hubungan dengan Allah, maka ia akan pula
memutus hubungan dengan sesama manusia dan akan berbuat yang merusak
tatanan alam semesta, dan pada akhirnya ia termasuk golongan manusia
yang merugi. Seperti tampak dalam firman-Nya surat al-Baqarah ayat 27:
“yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah
perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah
(kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan
di muka bumi. mereka Itulah orang-orang yang rugi.”
Ma’asyiral muslimin yahdikumullah
Ibadah Ramadhan yang kita jalankan sebulan penuh, adalah sarana
untuk menemukan kembali jalan menuju fitrah. Pada siangnya kita berpuasa,
di mana pahalanya tidak tergantung seberapa jauh kita lapar dan dahaga,
melainkan tergantung pada apakah kita menjalankan dengan iman dan
ihtisab kepada Allah serta penuh intropeksi atau tidak. Pada malamnya kita
dirikan shalat malam (shalatullail/tarawih), agar hati kita senantiasa terikat
dan tunduk kepada Allah pemilik jiwa raga ini. Hari-hari Ramadhan pula
kita ramaikan dengan tadarrus al-Qur’an agar kita bisa mengaca diri, apakah
tingkah-laku kita sudah sesuai dengan tuntunan al-Qur’an atau belum. Dan
pada akhir Ramadhan, kita tutup dan sempurnakan seluruh rangkaian ibadah
Ramadhan dengan zakat fitrah, sebagai ungkapan simbolik kecintaan kita
kepada kaum miskin dan papa.
Seperti yang sudah disampaikan di muka, bahwa pengertian fitrah
terkait dengan pengertian hanif. Manusia yang sudah kembali menemukan
fitrahnya (idul fitri), ia akan terkondisikan untuk menjadi hanif. Kata hanif
berasal dari kata kerja hanafa, yahnifu dan masdarnya hanifan, artinya
adalah “condong”, atau “cenderung” dan kata bendanya “kecenderungan”.
Dalam al-Qur’an, kata hanif yang dimaksud adalah “cenderung kepada yang
benar”, seperti dijelaskan oleh mufassir modern, Maulana Muhammad Ali
dalam The Holy Qur’an, yang merujuk kepada kamus al-Qur’an al-
Mufradat fi al-gharib karya al-Raghib al-Isfahani. Secara lengkap pengertian
hanif disampaikan oleh Nashir Ahmad sebagai berikut:
a. Orang yang meninggalkan atau menjahui kesalahan dan mengarahkan
dirinya kepada petunjuk.
b. Orang yang secara terus menerus mengikuti kepercayaan yang benar
tanpa keinginan untuk berpaling dari padanya
c. Orang yang cenderung menata perilakunya secara sempurna menurut
Islam dan terus menerus mempertahankannya secara teguh
d. Seseorang yang mengikuti agama Ibrahim, dan
e. Yang percaya kepada seluruh nabi-nabi.
Baik Muhammad Ali maupun Nashir Ahmad, keterangan tentang
hanif tersebut, merujuk kepada al-Qur’an, surat al-Baqarah ayat 135:
Dan mereka berkata: “Hendaklah kamu menjadi penganut agama
Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk”. Katakanlah :
“Tidak, melainkan (Kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. dan
bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik”.
Dari ayat itu pula diketahui bahwa lawan dari hanif adalah syirik
(politheis), yakni sebuah paham yang mempersekutukan Allah dengan
lainnya. Islam tidak mengajarkan politheisme (syirik) tetapi sebaliknya yang
ditekankan dalam ajaran Islam adalah monotheisme (tauhid) yaitu menolak
segala pengakuan dan keyakinan mausia atas tuhan-tuhan palsu. Jika pada
zaman Jâhiliyyah, tuhan-tuhan palsu itu dimanifestasikan dalam wujud
berhala-berhala, maka pada zaman modern ini, tuhan-tuhan palsu terwujud
dalam banyak aspek dan bidang yang lebih luas dan komplek dari sekadar
berhala-berhala sesembahan. Tuhan-tuhan itu lebih berbentuk kedhaliman
dan penindasan, atau kesenangan dunia yang ketika meraihnya harus
merampas hak-hak orang lain.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Setelah orang selalu tertambat hatinya kepada kebenaran (hanif) dan
menolak dengan keras syirik, ia akan meneladani Rasulullah dalam
perjuangannya membebaskan umat Islam dari penindasan, kebodohan dan
kemiskinan. Pada zamannya, Mekkah adalah suatu kota dagang dengan
sedikit pedagang kaya tetapi banyak orang miskin yang penghidupannya
tergantung pada orang kaya kota itu. Orang-orang masih bodoh dan
bertakhayul, menyembah banyak sekali ilah. Para perempuan ditindas,
bahkan mereka dapat dikubur hidup-hidup. Ada banyak budak, para janda
dan anak yatim yang diabaikan tanpa ada yang peduli terhadap nasib
mereka. Dengan bimbingan Nabi, orang-orang Arab, di samping
membebaskan diri mereka sendiri, juga berusaha membebaskan orang-orang
dari kerajaan Romawi dan Persia yang menindas.
Rasulullah saw., yang secara harfiyah berarti manusia yang terpuji, adalah
nabi terakhir dan merupakan pejuang sejati. Dia membebaskan budakbudak,
anak-anak yatim dan perempuan, kaum yang miskin dan lemah.
Perkatannya yang mengandung wahyu menjadi ukuran untuk membedakan
yang benar dari yang salah, yang sejati dari yang palsu, dan kebaikan dari
kejahatan. Misinya sama dengan nabi-nabi terdahulu; menegakkan
kebenaran, kesetaraan dan persaudaraan manusia.
Muslim yang peduli dengan nasib kaum miskin, bodoh dan terbelakang
dengan menyantuninya sepenuh hati, adalah penjelmaan manusia fitri yang
hanif. Merekalah yang disebut rausanfikr, yaitu muslim tercerahkan yang
peduli dengan nasib umat. Kepedulian ini menjadi sangat penting,
mengingat kondisi masyarakat kita yang masih terdapat jurang pemisah yang
cukup lebar antara si kaya dan si miskin. Seperti sindiran Allah dalam al-
Qur’an surat an-Nisa’ ayat 75:
Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela)
orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anakanak
yang semuanya berdoa: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari
negeri Ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami
pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi
Engkau!”.
Rausanfikr (muslim tercerahkan) harus tercipta dalam diri kita masingmasing.
Kita tidak boleh masa bodoh atau tidak peduli (cuek) dengan
persoalan di sekitar kita. Kepedulian pada persoalan ummat akan mendorong
kita menuju sebuah keshalehan sosial yang sangat ditekankan oleh Islam.
Islam tidak saja mengajarkan keshalehan individu (taat pada perintah ibadah
mahdhah), tetapi juga keshalehan sosial atau bahasa agamanya adalah ihsan
(orangnya: muhsin/muhsinun), yaitu kegemaran pada amal shaleh. Allah
berfirman dalam surat an-Nisa’ ayat 125:
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas
menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan
kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah
mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.
Ada cerita menarik dalam sejarah dakwahnya Kyai Dahlan, pendiri
Muhammadiyah. Waktu itu beliau mengajarkan sebuah surat pendek dalam
al-Qur’an yaitu surat al-Ma’un (surat ke-107) kepada murid-muridnya. Para
murid sempat protes terhadap cara mengajaran beliau terus mengulang-ulang
surat tersebut, walaupun para murid sudah lama menghapal di luar kepala.
Sehingga pada suatu saat ada murid yang berani bertanya kepada Kyai
Dahlan mengenai hal itu. Lalu, konon, kyai Dahlan balik bertanya, “Apakah
engkau sudah mengamalkan surat itu ?”.
Sungguh sebuah model pengajaran Islam yang lebih mengedepankan
amaliah shalihah daripada sekadar hafalan. Model hafalan seperti inilah
yang banyak terlihat dalam pengajaran-pengajaran Islam dewasa ini,
sehingga sulit untuk melahirkan santri atau murid yang tercerahkan dan
mempunyai kepedulian (rausanfikr).
Hadirin yang berbahagi…
Ini barangkali renungan kita di sela-sela kita merayakan idul fitri
sehingga hari raya kita tetap menjadi lebih bermakna. Maka marilah kita
berdo’a kepada Allah SWT, semoga Allah memasukkan kita ke dalam
hamba-hambaNya yang pandai bersyukur, mentaati perintahnya dan
menjauhkan kita dari adzab dan siksanya yang sangat pedih.

MUTIARA KHUTBAH IDUL FITRI 1 SYAWAL


MUTIARA KHUTBAH IDUL FITRI 1 SYAWAL

HADIRIN KAUM MUSLIMIN DAN MUSLIMAT SIDANG IDUL FITRI 1 SYAWAL
14 . . H YANG BERBAHAGIA

Puji dan syukur yang sedalam-dalamnya, dengan penuh perasaan gembira, kita
sanjungkan kehadirat Allah swt. Tuhan yang telah memanjangkan usia kita,
sehingga di pagi yang ceria ini kita dapat berkumpul bershaf-shaf memenuhi
tempat yang berkah ini.
Fajar tanggal 1 Syawal telah menyingsing di ufuk timur, pada saat ini kita berada
pada hari yang agung, pada hari ini pula Allah Azza Wa Jalla memperlihatkan
kemulyaan dan keagungannya, dimana seluruh umat TAUHID di segenap
penjuru dunia, bersedia untuk bangkit secara serentak menggemakan dan
mengumandangkan takbir, tahlil dan tahmid :

Pengumandangan tersebut merupakan realisasi rasa syukur, sebagai ungkapan
kesadaran, kalimat keyakinan, serta merupakan panji-panji kemenangan dan
kejayaan umat Islam.

HADIRIN HADIRAT RAHIMAKUMULLAH .......
Dalam suasana hati yang penuh kegembiraan ini, dengan segala kemewahan
yang terasa di paksakan, dengan segala keberlebihan yang sukar dibayangkan,
dalam pesta semesta yang gegap gempita, oleh gemuruh takbir kemenangan
yang hingar bingar, meliputi seluruh angkasa raya, menggelora ke dalam jiwa,
hingga mendirikan bulu-bulu roma. Marilah sejenak kita melakukan perenungan
pada hakikat makna ibadah yang telah kita lalui bersama, pada nuansa hati yang
tak terkendali ini ........
Benarkah, selama sebulan lamanya kita telah menjalankan ibadahv puasa,
dengan penuh ketaıatan dan kepatuhan, hanya mengharap ridla ı Nya,
sebagai bukti meningkatnya kualitas ketaqwaan kita kepada Allah swt. ... .. ?
Sebagaimana maksud dicanangkannya puasa itu sendiri;

Artinya : ıWahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian semua
berpuasa, sebagaimana ia diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian,
mudah-mudahan kalian semua bertaqwa.ı
(Qs. Al Baqarah : 183)

Betulkah, kita semua telah lulus dalam menghadapi ujian berpuasav sebulan
penuh lamanya, membendung dan menyingkirkan segala godaan dan nafsu
angkara murka .......?
v Berhasilkah kita membersihkan iman, dari bintik-bintik kemaksiatan,
kemunafikan, dan kemungkaran .......?
Hari ini Ramadhan telah berlalu .........., bulan suci, bulan yang penuh rahmat dan
maghfiroh, relakah kita melepaskannya seadanya ........? Bagaimanapun, seiring
dengan menggelindingnya jarum jam, terpaksa kita harus rela melepaskannya.
Hari ini hari bersuka ria. Namun ....... adakah suka ria kita sedang mensyukuri
kemenangan atas setan dan kemaruk hawa nafsu ........? Ataukah karena kita kini
terbebas kembali seperti semula? Tak ada lagi yang kita sungkani. Atau bahkan
terstimulir oleh kemenangan yang ada pada pihak setan dan nafsu atas diri kami
........ ! Naıudzubilla Billahi Min Dzalik.
YAA .......... RABBY ........ ! Rasanya puasa kami hampa, jiwa ini miskin tak
berarti apa, bahkan diri ini bergelimang noda dan dosa. Maka hanya rahmat dan
maghfirahmu Yaa ....... Allah yang kami minta, kami ibarat setetes embun dalam
lautan keagunganmu .......

ALLAHU AKBAR 3X WALILLAHI AL HAMD
HADIRIN SIDANG ıIDUL FITRI YANG DIMULYAKAN ALLAH .....
..
Kaum muslimin memang berhak bergembira pada hari ketika berbuka dan
lebaran tiba, namun kegembiraan kita diperintahkan untuk masuk ke dalam
agama Islam secara kafaah sebagaimana firman Allah :

Artinya : ıWahai orang-orang yang beriman masuklah kalian semua ke dalam
Islam secara totalitas.ı ( Qs. Al-Baqarah : 208 )

Lalu pertanyaannya adalah; Gembira yang islami itu yang bagaimana ? Gembira
yang islami yaa gembira yang wajar-wajar saja, gembira yang penuh rasa
syukur, gembira yang tidak sampai menafikan atau bahkan melecehkan adanya
keperihatinan di fihak lain.
Kegembiraan kaum muslimin atas datangnya lebaran tentunya menjadi hak milik
bagi ia yang telah dapat merampungkan kewajiban ibadah puasa Ramadhannya
dengan penuh keikhlasan dan njungkung ibadah semata-mata karena
mengharap ridlo ı Nya, disamping kita telah berhasil pula nyelengi pahala, dan
dosa-dosa kita yang telah lewat diampuni oleh Allah Azza Wa Jalla,
sebagaimana di jamin sendiri oleh Rasulullah saw. sendiri lewat sebuah
haditsnya :

Artinya : ıBarang siapa telah melaksanakan puasa Ramadhan karena iman dan
mengharap pahala Allah, maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lewat.

HADIRIN HADIROT SIDANG IDUL FITRI YANG BERBAHAGIA. . . .
Apapun dan bagaimanapun bentuk puasa yang telah kita lakukan, berapapun
nilai yang telah Allah Taıala berikan atas puasa kita dengan segala
kesempurnaan rahmat dan anugerahnya, untuk lebih menjamin keyakinan
keberhasilan perjuangan kita di bulan puasa itu, Allah masih memberi
kesempatan kepada kita ı yang memang memiliki watak tidak sempurna ini ı
untuk nambeli kekurangan-kekurangan yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan
puasa kita, barang kali sesekali, sementara mulut kita berpuasa tidak makan dan
tidak minum tetapi kita khilaf tidak memuasakannya dari memakan daging
saudara-saudara kita dengan ngrasani, mengumpat atau mengeluarkan katakata
yang tak pantas misalnya dan seterusnya dan lain sebagainya.
Kita diberi kesempatan mengeluarkan sebagian dari bahan makanan kita untuk
saudara-saudara kita yng berhak menerimanya lewat zakat fitrah. Di samping
makna solidaritas yang terkandung di dalam zakat fitrah itu, seperti hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, zakat fitrah itu berfungsi untuk
membersihkan orang yang berpuasa dari keterlanjurannya beromong kosong
dan berkata buruk saat berpuasa, bahkan menurut hadits riwayat Abu Hafsih Bin
Shaahin, puasa Ramadhan bergantung antara langit-langit dan bumi dan hanya
zakat fitrahlah yang dapat menaikkannya ke atas. Kewajiban membayar zakat
fitrah ini ı menurut Imam Al Syafiıi RA ı di fardlukan kepada setiap muslim
yang merdeka atau hamba Mubaıad yang memiliki kelebihan bahan makanan di
malam dan hari lebarannya, juga pakaian dan tempat tinggal yang layak bagi
semua keluarga yang menjadi tanggung jawab nafaqahnya. Adapun tentang
waktu wajibnya adalah sejak tenggelamnya mata hari di hari terakhir bulan suci
Ramadhan, dan boleh saja membayarkan zakat fitrah sejak telah masuknya
bulan suci Ramadlan dengan niat Taıjil. Sedangkan membayarkan zakat fitrah
setelah dilaksanakannya sholat idul fitri hingga tenggelamnya mata hari juga
masih diperkenankan atau masih diterima, tetapi dengan niat mengkodloıi-nya.
Mudah-mudahan zakat fitrah kita, dapat menyempurnakan ibadah puasa kita,
sehingga Allah mengampuni kita, merahmati kita, dan membebaskan kita dari api
neraka. Dan moga-moga pula, Allah masih menganugerahkan kekuatan kepada
kita untuk dapat melengkapi ganjaran ibadah puasa itu dengan kesediaan kita
nantinya, untukpuasa Ramadlan kita yang telah berlalu dengan mengiringinya
berpuasa selama enam hari di bulan Syawal ini. Mudah-mudahan ..

ALLAHU AKBAR 3X WALILLAHIL HAMD
HADIRIN HADIRAT KAUM MUSLIMIN DAN MUSLIMAT RAHIMAKUMULLAH
.......
Selanjutnya segala aktifitas apa saja yang paling utama dilakukan sekembali kita
dari shalat idul fitri ini ....... ?
Setelah berpuasa dan njungkung ngibadah selama sebulan penuh di bulan
Ramadhan dengan niat ikhlas hanya memburu ridla Allah Taıala, dan kita telah
menambelinya dengan mengeluarkan zakat fitrah, dosa-dosa kitapun diampuni.
Namun seperti kita ketahui, dosa yang diampuni itu, hanyalah dosa yang
berhubungan langsung dengan Allah. Sementara masih ada dosa lain yang
berkaitan dengan sesama kita, antar kita, dimana ampunan Allah bergantung
pada pemaıafan masing-masing kita yang bersangkutan. Oleh karenanya untuk
menyempurnakan ketidak berdosaan kita, setelah shalat idul fitri ditradisikanlah
halal bihalal, ısini menghalalkan dan memaafkan situ, situ menghalalkan dan
memaafkan siniı.
Dengan demikian pada lebaran kali ini, diharapkan semua macam dosa apapun
lebur dan kita kembali sebagaimana fitrah kita, mulus tanpa dosa bagaikan
seorang bayi.
Tidakkah kita tak ingin menjadi pailit kelak di hari kemudian ......? Seperti
digambarkan oleh Rasulullah saw. dalam hadits shohihnya :

Artinya : ıTahukah kalian semua, siapakah orang yang bangkrut itu ? Tanya
Rasulullah kepada para sahabatnya ı merekapun menjawab : orang yang
bangkrut menurut kita adalah mereka yang tidak memiliki uang dan harta benda
yang tersisa.ı Kemudian Rasulullah menyampaikan sabdanya : ıOrang yang
benar-benar pailit ı diantara umatku ı ialah orang yang di hari kiamat dengan
membawa (seabrek) pahala shalat, puasa dan zakat; tapi (sementara itu)
datanglah orang-orang yang menuntutnya, karena ketika (di dunia) ia mencaci
ini, menuduh itu, memakan harta si ini, melukai si itu, dan memukul si ini. Maka di
berikanlah pahala-pahala kebaikannya kepada si ini dan si itu. Jika ternyata
pahala-pahala kebaikannya habis sebelum dipenuhi apa yang menjadi
tanggungannya, maka diambillah dosa-dosa mereka (yang pernah di dzaliminya)
dan ditimpakan kepadanya. Kemudian dicampakkanlah ia ke api neraka.ı
Naudzubillah ...... ! (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Ternyata mulut, tangan, kaki, perut dan anggota tubuh kita yang biasa kita
gunakan untuk beribadah, bersujud, berdzikir, berpuasa, memberikan zakat,
dapat membuat kita pailit kelak. Tidak hanya menghabiskan modal pahala yang
kita tumpuk sepanjang umur kita tapi bahkan dapat menarik kepada kita kerugian
orang lain. Ini semua tentunya gara-gara kita terlalu meremehkan dosa dan
kesalahan terhadap sesama. Oleh karenanya, apabila kita memuliakan Tuhan,
maka termasuk yang dimuliakan Tuhan ialah manusia.
Sedangkan makanan dan kue-kue lebaran kiranya hanyalah sekedar ıUbo
Rampeı, karena ada kunjung mengunjungi, patutnya hidangan di sediakan
sebagai penghormatan kepada tamu yan hendak berkunjung. Pahalanya terletak
pada penghormatan tamu itu, atau pada niat sedekah yang mengiringinya.
Demikian pula, agaknya soal pakaian, memperindah rumah dan atau
mempercantik ruang tamu

ALLAAHU AKBAR 3X WALILLAHIL HAMD
Akhirnya, marilah kita mengikrarkan permohonan maaf kita kepada diri kita
sendiri, sebelum kemudian sungkem dan meminta maaf kepada orang-orang tua
kita, para Masyayikh dan guru-guru kita, juga antar sesama.........
Selamat idul fitri, wahai mata
Maafkanlah aku, selama ini kau hanya
Kugunakan melihat kilau comberan.
Selamat idul fitri, wahai telinga
Maafkanlah aku, selama ini kau hanya
Kusumpali rongsokan-rongsokan kata
Selamat idul fitri, wahai mulut
Maafkanlah aku, selama ini
Kau hanya kujejali dan kubuat memuntahkan onggokan-onggokan kotoran
Selamat idul fitri, wahai tangan
Maafkanlah aku, selama ini kau hanya kugunakan
Mencakar-cakar kawan dan berebut remayh-remah murahan
Selamat idul fitri, wahai kaki
Maafkanlah aku, selama ini kau hanya kuajak menendang kanan kiri
Dan berjalan di lorong-lorong kegelapan
Selamat idul fitri, wahai akal budi
Maafkanlah aku, selama ini kubiarkan kau terpenjara sendiri .........