Senin, 02 April 2012

“Wujudkan Pengorbanan dengan melakukan pembelaan terhadap ummat islam”


“Wujudkan Pengorbanan dengan melakukan pembelaan terhadap ummat islam”


Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Walillahil Hamd.
Hadirin kaum muslimin dan muslimat rahima kumullah

Hari ini takbir berkumandang di seluruh dunia, membesarkan nama Allah. Gema takbir yang disuarakan oleh lebih dari satu seperempat milyar manusia di muka bumi ini, menyeruak disetiap sudut. Di lapangan, di surau-surau, di desa-desa, digunung-gunung, dikampung-kampung di seluruh pelosok negeri Islam.

Getarkan qalbu mu’min, yang tengah khusyu’ dzikrullah, penuh mahabbah, penuh ridho, penuh roja’ –harap-harap cemas akan hari perjumpaan dengan Khaliq, Pencipta.

Pekik suara itu juga kita bangkitkan disini, dibumi tempat kita bersujud. Iramanya memenuhi ruang antara langit dan bumi, disambut riuh rendah suara Malaikat nan tengah khusyu’ dalam penghambaan diri mereka kepada Allah swt.

Di Palestina,
Dimana Yahudi La’natulllah  ‘alaihim, tengah bersorak sorai setelah sukses menipu kaum muslimin.
Setelah 400 pemuda Hamas yang berani mati dieksekusi di kota Jenin, setelah peluru terakhir mereka habis ditembakkan.
Ribuan tentara Yahudi Israel semakin gencar menggilas dan memporak porandakan tempat tinggal kaum muslimin, kaum lelaki dibunuh, anak-anak dianiaya dan perempuan-perempuan dinodai.
Masjidil Aqsha yang mereka injak-injak kehormatannya. Di tanah yang telah diwashiyatkan oleh Umar Ibn Khattab untuk dijaga, negeri yang telah ditebus oleh Sholahuddin Al-Ayyubi dengan darah para syuhada.

Takbir berkumandang Di Iraq,
Negeri dengan  bangunan-bangunan bersejarah nan telah rata dengan tanah, kekayaan ummat yang coba dijarah oleh Amerika. Setiap hari kita saksikan pembunuhan demi pembunuhan. Penangkapan dan penggeledahan rumah-rumah yang kerap disertai dengan penganiayaan. Dan hati kita sedikit terobati, kala tentara penjajah tersungkur, dihajar peluru-peluru mujahiddin.
Ketidak adilan dan standar ganda dari sikap yang dipertontonkan oleh sang adikuasa.
Di Fallujaah, di Sammara, di Baghdad kehancuran dan mayat-mayat kaum muslimin bergeletakan, setiap hari bahkan setiap jam, ada saja penduduk yang menjadi korban.

Pemboman yang bertubi-tubi hampir setahun penuh
Kekuatan yang tidak sebanding sama sekali

Takbir berkumandang di Fallujah
Oh Fallujah
Ya ahli Fallujah
Duhai saudara kami muslim Fallujah
Adakah kalian masih dengar suara kami
Saudara engkau yang jauh di belahan bumi

Serangan bom dan roket bertubi-tubi
Di penghujung malam-malam, menyayat-nyayat hati
Kaum muslimin yang sedang berpuasapun mereka tembaki
60 masjid hancur tidak lagi berfungsi
ratusan orang meregang nyawa

Tubuh anak-anak terbaring
Akibat pecahan bom
Kena serpihan mortir
Kaki mereka harus diamputasi
Demam meradang mereka
Sebab tidak ada lagi persediaan obat
Apalagi anti biotic

Rombongan 300.000 pengungsi
Berdesak-desakan
Memohon belas kasihan

Maha terpuji Engkau Ya Allah
Dalam limpahan nikmat yang menyenangkan kami.
Dalam genangan darah yang menyedihkan hati kami
Dalam kobaran api dendam musuh-musuhmu dan
musuh kami yang meluluh lantakkan rumah-rumahMu,
Tempat bernaung hamba-hamba-Mu



Takbir berkumandang Di Afghanistan,
Keping-keping reruntuhan, seolah wilayah yang tak lagi bertuan. Puas menmborbardir kawasan muslim ini, tentara Amerika pergi menghindar dan membiarkan penduduknya terlantar.



Takbir berkumandang Di NAD
Adakah takbir masih berkumandang di seluruh pelosok bumi Aceh?
Adakah takbir masih berkumandang di Ulee Lheue?
Adakah takbir masih terdengar di Lhok Nga?
Adakah suara takbir masih tersisa di Ujung Batee?
Adakah Takbir masih berkumandang di Bireuen, di Sigli?

Allah, Allah, Allahu Akbar
Apakah masih ada suara takbir di  pantai Lhokseumawe?
Adakah takbir masih terdengar di kota Calang, Meulaboh, Bireun?

Hanya reruntuhan demi reruntuhan yang terlihat di Ulele
Hanya kepingan-kepingan beton yang tersisa di Ujung Batee
Hanya daratan kosong yang kami saksikan sepanjang Lhok Nga
Kami tidak lihat lagi dimana kota Calang
Bahkan didalam petapun lokasinya mulai menghilang
Kami tak punya jalan lagi menuju Meulaboh
Sebab pinggir pantai telah bergeser ke kaki bukit.



Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Walillahil Hamd.
Marilah kita bersyukur kepada Allah, dengan sebenar-benar bersyukur.
Allah!!, yang setiap saat kita hirup udaranya dengan bebas, hingga kita mampu bertahan untuk hidup.
Allah!!, Yang air-Nya kita minum setiap kali kita rasakan dahaga.
Allah!!, Yang telah menurunkan hujan dari langit
Mengeluarkan tunas tumbuh-tumbuhan setelah keringnya dan mengalirkan airnya pada sungai-sungai yang banyak.
Marilah kita bersyukur kepada Allah, dengan sebenar-benar bersyukur.
Allah !! Yang telah banyak memberikan rezeki kepada kita
Yang telah melimpahkan nikmat-Nya untuk isteri-isteri dan anak-anak kita

“Kamilah yang telah memberi rezeki kepada anak-anak kalian dan juga untuk kalian”
Betapa banyak nikmat-Nya yang telah kita reguk,
Seteguk air yang menghilangkan dahaga, sesuap nasi yang menyirnakan rasa lapar, kelak pasti kita akan ditanya.

“Kemudian, hari ini sungguh kalian akan ditanya tentang nikmat-nikmat (yang kalian rasakan)”.

Bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa,
Allah !!, Malikiyau middin, Pemilik urusan di hari kiyamat, dihari seseorang tidak dapat menolong orang lain. Hari dimana seorang anak manusia lari dari ayah dan ibunya, lari dari kaum dan kerabatnya.

Allah!!, Penguasa Yaumul Mahsyar, Padang yang maha luas, tempat berkumpul nya manusia minal awwaluun wal Akhiruun.
Yang akan memperlihatkan kepada kita catatan-catatan,
tentang apa-apa yang pernah kita kerjakan, catatan tentang apa-apa yang telah kita lalaikan.
Akan dihitung segala perbuatan kita, akan ditimbang segala kebaikan dan keburukan kita, akan dihisab semua manusia, dihari perhitungan ini.

Marilah kita berlindung kepada Allah, dengan sebenar-benar minta perlindungan.
Allah !!, Yang adzab-Nya sangat keras dan pedih,
Kelak akan dipertunjukkan, ketika seorang lelaki mungkar dihadirkan, lalu dituangkan air rebusan api neraka keatas kepalanya. Hingga meleleh isi perut dan kulit-kulit mereka. Dan bagi mereka cambuk-cambuk dari besi. Setiap kali mereka ingin keluar dari siksaan itu, akibat derita dan sengsaranya, maka dikembalikan ia kepada adzab itu, lalu dikatakan, “Rasakanlah adzab yang membakar ini”.

Takutlah kepada adzab Allah, dengan sebenar-benar rasa takut.
Allah !!, pemilik neraka jahannam, Kelak, tempat orang-orang kafir akan digiring secara berbondong-bondong.

“Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksaan api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan api. Di dalamnya ada malaikat-malaikat penjaga yang keras dan bengis”.(QS At-Tahrim : 6)

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Walillahil Hamd.
Hadirin Jama’ah ied yang berbahagia,

Pada hari ini, kita berkumpul untuk melaksanakan sholat iedul Adha, setelah kemarin jutaan ummat Islam telah melaksanakan Wuquf di Padang Arafah, dan hari ini akan dilanjutkan dengan pelontaran jumrah serta tahallul ula.

Semoga, seluruh usaha ibadah kita ini menjadi pemberat timbangan kebaikan kita di yaumul mizan kelak, semakin taqarrub kita kepada Allah, serta memperoleh buah ibadah yang dijanjikan, yaitu derajat orang-orang yang bertaqwa.

Sebentar lagi -insya Allah beberapa hewan qurban akan disembelih, ada sapi, ada kambing, ada kerbau. Para ibu-ibupun telah menyiapkan hidangan ketupat serta makanan tambahan. Semoga kurban yang kita lakukan hari ini, meningkatkan ketaqwaan kita disisi Allah swt. Amin Ya Rabbal ‘alamin.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Walillahil Hamd.
Hadirin/at jama’ah sholat Ied yang berbahagia
Akan tetapi ketahuilah bahwa ibadah haji, bukanlah sekadar peristiwa ritual belaka, apalagi bersifat ceremonial. Syari’at haji diturunkan setelah Rasulullah saw. beserta shahabat melalui pengorbanan dan jihad yang panjang.

Kita tentu tidak mudah melupakan bagaimana jasa-jasa Rasulullah saw. dan para pejuang Islam dimasa awal penegakan Ad-diin ini. Mereka berjuang dengan pengorbanan demi pengorbanan baik harta, darah bahkan nyawa.
Bagaimana perlakuan bengis kaum musyrikin Quraisy terhadap kaum muslimin dikala itu. Kita tentunya masih ingat, bagaimana Rasulullah saw. dianiaya oleh ibnu Muith. Ketika leher beliau dicekik dengan usus onta.
Bagaimana Abu Lahab dan Abu Jahal memperlakukan beliau dengan kasar dan kejam.
Bagaimana Bilal ditindih dengan batu besar yang panas ditengah sengatan terik matahari siang.
Bagaiman Yasir dibantai,
bagaimana seorang ibu yang bernama Sumayyah,ditusuk kemaluan beliau dengan sebatang tombak.
Bagaimana lapar dan menderitanya keluarga Rasulullah saw. saat-saat diboikot oleh musyrikin Quraisy di Syi’ib Banu Hasyim, hingga beliau sekeluarga terpaksa memakan kulit kayu, daun-daun kering bahkan kulit-kulit sepatu bekas. Ooh begitu beratkah derita yang mesti di alami kekasih Allah, si pembawa risalah?.

Di Makkah ini pulalah, beliau kehilangan isteri beliau Khadijah, seorang wanita yang sangat beliau cintai. Wanita, dimana beliau dapatkan seseorang yang mencurahkan cinta dan kasih sayangnya secara tulus dan ikhlas. Setelah beliau jalani masa-masa kepahitan hidup yang panjang,
tanpa ayah, tanpa ibu, tanpa kakek, tanpa kerabat yang membela risalah.

Pada periode Madinahpun, terjadi beberapa peristiwa besar, dimana pada saat-saat tempat berpijak belum lagi kokoh, dikala derita kepayahan setelah berhijrah belum lagi sirna.
Allah swt. telah memberikan sebuah proyek besar, yaitu perang Badar.
Perang ini berlangsung pada bulan Ramadhan, dimana kaum muslimin berhasil membunuh 70 orang tentara musyrikin, sementara di pihak kaum muslimin tercatat syahid sebanyak 14 orang shahabat terpilih.
Namun, sebagaimana manusia biasa , terkadang ada jenak-jenak fithrah beliau sebagai manusia muncul, ketika beliau saw. merasa rindu akan kampung halaman, Kota Makkah yang telah lama ia ditinggalkan.
Bahkan beliau pernah menangis dihadapan Bilal bin Rabah, ketika beliau terkenang akan sejumput izkhir yang tumbuh di lembah Makkah.

Aku rindu untuk bermabit di tepi sebuah danau
Sementara disekelilingku izkhir dan jalil

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Walillahil Hamd.
Hadirin Rahimakumullah,
Selanjutnya dapatkah kita bayangkan, bagaimana suasana haji pertama kali yang sangat bersejarah itu. Rasulullah saw. berkhutbah dihadapan kurang lebih 140.000 kaum muslimin saat melaksanakan wuquf di Padang Arafah.
Khutbah ini terasa sangat mendebarkan, karena beliau saw. mengisyaratkan bahwa tahun depan mungkin umur beliau tidak ada lagi. Apalagi Rasulullah saw. menyampaikan ayat yang baru saja turun:



“Pada hari ini telah Ku sempurnakan untukmu agamamu. Dan telah Ku cukupkan atas kalian nikmat-Ku. Dan Aku ridho Islam sebagai agama kalian”.

Sebuah ayat yang memproklamasikan bahwa Islam telah sampai ke puncak kejayaan, telah sampai kepuncak kesempurnaan.

Umar ibnul Khattab, yang selama ini dikenal tegar dan bersikap tegas terhadap seluruh persoalan, menangis tersedu-sedu. Demikian pula dengan shahabat-shahabat yang lain.
Terbayang tantangan hebat dimasa depan. Terbayang kehidupan tanpa Rasulullah saw. Terbayang setelah puncak tentu akan ada turunan.
Bagaimana perasaaan Rasulullah dan para shahabatnya kala melaksanakan haji yang pertama kali ini?
Bagaimanakah perasaan mereka saat melangkahkan kaki menuju lapangan sembari menggemakan takbir, tahmid dan tahlil?
Dapatkah kita bayangkan, seandainya Khadijah hadir disisi Rasulullah saw. serta Dapatkah kita bayangkan seandainya Yasir dan Sumayyah juga turut hadir bertakbir pada hari yang bersejarah ini?
Dapatkah kita bayangkan seandainya 14 shahabat pilihan, yang syahid di Badr juga menyaksikan puncak kejaan Islam ini bersama-sama isteri-isteri dan anak-anak mereka?
Lalu bagaimanakah perasaan janda-janda serta  para aitam itu?

Semua pertanyaan ini, larut dalam haru biru kegembiraan hakiki. Hari itu jiwa mereka tenggelam dalam kesyahduan iman, menyatu dengan hakekat kehendak Allah swt, dan dengan jiwa taqwa mereka.
Kegembiraan mereka dipagi yang cerah itu, lima belas abad yang silam, tumpah ruah dalam alunan gema takbir, tahmid, tahlil dan tasbih.

Ternyata Haji bukan sekedar ibadah ritual saja, melainkan dia merupakan puncak perjuangan jihad Islam sebagaimana sabda nabi saw.:


“Jihad yang paling utama itu adalah haji yang mabrur” (HR. Bukhari)

Allahu Akbar, Allauhu Akbar, Allahu Akbar
Walillahil hamd

Semangat pengorbanan ini juga sebagaimana telah dicontohkan oleh nabiyullah Ibrahim as.  Semangat rela berkorban dalam menegakkan kebenaran.
Pada masa mudanya beliau rela dibakar hidup-hidup, setelah menghancurkan patung berhala Raja Namrud. Allah menyelamatkan Ibrahim as. dengan firman:


“Wahai api jadilah dingin, dan Kami selamatkan Ibrahim”.
Bahkan ujian dari Kekasih terhadap kekasih, tidak cukup sampai disitu. Setelah berusia tua, lama tidak punya anak, begitu lahir putra pertama beliau –Ismail-, bukan kepalang senang hati beliau.
Namun Allah swt. memerintahkan untuk mengantarkan si buah hati ke sebuah lembah yang bernama Makkah. Berdua dengan Siti Hajar, ibunda Ismail, mereka ditinggalkan di sebuah lembah yang tak ada seorangpun dan tidak ada sesuatu apapun disana.

Lama tak berjumpa, kerinduan akan bersua. Setelah sang anak beranjak remaja, masa-masa kebanggaan seorang ayah terhadap seorang putra, kemudian Allah memerintahkan untuk menyembelih buah hati tercinta.

Pisau telah diasah dan ditajamkan. Ismail sudah dibaringkan. Hati-hati pisau tersebut secepat mungkin diayunkan.
Penyembelihan benar-benar terjadi, darah segar dan hangat memancar membasahi tangan Ibrahim. Sampai disini, sesungguhnya Ibrahim masih sangat yakin telah menyembelih Ismail, darah dagingnya.

Akan tetapi Allahu Akbar, walillahil hamd. Allah telah mengganti kurban tersebut dengan seekor qibas. Ujian serta pengorbanan yang sangat berat telah dilalui oleh seorang nabi, Khalilullah, kekasih Allah tersebut.

Sekarang, marilah kita bertanya kepada diri kita masing-masing!
Bagaimana kwalitas pengorbanan kita serta ibadah kita, adakah kita telah sungguh-sungguh beruswah kepada Rasulullah saw. teladan kita? Atau kepada Ibrahim as. – nabi yang telah mencontohkan sikap loyalnya dan setia.

Apa sikap kita –sebagai bahagian dari kaum muslimin terhadap pembantaian saudara seaqidah kita di Iraq, pembantaian saudara seiman kita di Palestina, saudara seagama kita di Afghanistan.
Kita harus bela mereka, karena kita telah dipersaudarakan oleh Allah swt dibawah panji-panji kalimah tauhid Laa ilaaha illallah.
Kita harus berani melawan segala bentuk kezholiman ini. Kita harus bersatu untuk memperkokoh barisan kaum muslimin, sehingga ia menjadi seperti bangunan yang kokoh –bunyanun marshus. Kita harus senantiasa mewaspadai skenario-skenario yang sering menyudutkan umat Islam.

Bahkan hari ini kaum muslimin seringkali diidentikkan dengan teroris. Kita yang mayoritas dari komponen bangsa ini hampir 90% adalah ummat Islam, seolah menjadi bulan-bulanan media dan pengamat-pengamat yang anti Islam, telah menjadi umat sebagai sasaran tembak.
Demikian pula dari statemen-stateme yang tidak bertanggung jawab dari tokoh-tokoh politik, yang mengumbar wacana akan mengawasi seluruh pesantren. Isu sidik jari yang semakin membuat runyamnya masalah.
Seolah-olah seluruh pelajar di pesantren adalah teroris, seolah isi kurikulum inti pesantren adalah mendidik orang untuk menjadi radikal dan anti sosial? Hal ini sangat membuat stigma negatif dan mencoreng nama baik pesantren.

Bahkan istilah jihjadpun disimpangkan sedemikian rupa, seolah-olah jihad itu keji dan kejam, seolah jihad itu tidak manusiawi. Padahal terminologi jihad didalam Islam adalah sesuatu yang luhur, sesuatu yang diwajibkan atas setiap muslim, karena jihad adalah merupakan wujud kesungguhan kita dalam menjalankan ajaran Islam yang sempurna ini.
Oleh sebab itu kita harus mau membela umat ini, baik secara perorangan maupun secara kelembagaan. Bahwa Islam ditirunkan sebagai rahmatan lil ‘alamin, bahwa tidak ada yang lebih tinggi dan lebih mulya dari pada pembelaan kita terhadap kalimatullah hiyal ‘ulya. Inilah wujud pengrobanan kita, yaitu pembelaan terhadap citra ummat Islam yang sering di serang dan dianggap seolah-olah biang kerusakan dan kerusuhan di negeri mereka sendiri.

Demikianlah dengan sikap persaudaraan kita, sikap ukhuwwah kita. Apakah jiwa taqwa kita -benar-benar telah mengusik –katakanlah- secuil kepedulian kita terhadap nasib ummat Islam serta kaum papa, faqir miskin, yatim dan para janda?
Apakah gemblengan ruhiyyah ini benar-benar telah menggamit sanubari kita, agar peduli terhadap penderitaan saudara-saudara muslim kita?
Kaum muslimin yang merupakan bagian dari darah daging kita?
Yang dalam pesan Rasulullah saw., sangat tegas diucapkan:

 

“Kuunuu ‘ibadallahi ikhwana”

Bagaimana kita mengaplikasikan nilai-nilai luhur yang telah dicontohkan oleh Nabi saw.

Adakah kebahagiaan yang kita rasakan hari ini, juga dirasakan oleh mereka?
Adakah mereka sanggup kenakan baju baru, celana baru dan sepatu baru?, Seperti yang dipunyai anak-anak kita?
Adakah mungkin saudara-saudara muslim kita di Iraq, di Palestina, di Afghanistan maupun di  Aceh dapat mencicipi hidangan selezat yang telah kita tata di meja-meja makan kita?
Kenang, kenang, kenanglah mereka !
Sumbanglah mereka, agar mereka merasa masih punya saudara.
Bantu mereka, do’akan agar Allah memberikan keberkahan atas mereka.


Allau Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Walillahil hamd.
Hadirin/at Jama’ah Sholat Ied yang berbahagia,

Untuk kejayaan ummat, wujudnya kemenangan syari’at, setiap kita hendaknya terlibat dalam membangun, memelihara dan membela Ad-diinul Islam ini. Jika masing-masing kita memegang teguh ajaran ini, jika setiap keluarga muslim iltizam terhadap Alqur’an dan sunnah, jika masyarakat muslim mengaplikasikan nilai-nilai luhur dari Alqur’an. Tentu kan jayalah ummat ini, Zhohirnya Addin, tampil memimpin dunia yang kini tengah centang perenang ini.

Marilah kita tutup khutbah ini dengan do’a: